Q Ketika Masih Kecil, hehehehe

I Try So I Can. Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Myself

Foto saya
Malang, Jawa Timur, Indonesia
Beautiful, Like Soft meat ball ( Bakso tapi yg halus getuch ) ihikz,,,, tp yg pasti Setya pokoknya,,, cie2,,,,
RSS

Dasar-dasar Pendidikan

BAB I

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Ilmu pendidikan berasal dari kata bahasa yunani pedagogues, dalam bahasa latin paedagogus, yang berarti pemuda yang berugas mengantar anak ke sekolah serta menjaga anak itu agar ia bertingkah laku susila dan disiplin. Di bawah ini ada beberapa batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya:
a. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain. Yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan. Dan yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
b. Pendidikan sebagai proses pembentuk pribadi
Sebagai proses pembentuk pribadi, pendidikan di artikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepadaterbentuknya kepribadian peserta didik.
c. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara.
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
Bagi kita warga negara yang baik diartikan selaku pribadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada kecualinya.

d. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Bekerja menjadi penopang hidup seseorang dan keluarga sehingga tidak tergantung dan mengganggu orang lain.
UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam GBHN (BP 7 Pusat, 1990: 70-96) sebagai arah dan kebijaksanaan pembangunan umum butir 22 dinyatakan mengembangkan SDM dan menciptakan angkatan kerja indonesia yang tangguh, mampu, dan siap bekerja sehingga dapat mengisi semua jenis tingkat lapangan kerja dalam pembangunan nasional.
Selanjutnya dalam butir 23 dinyatakan bahwa meningkatkan pemerataan lapangan kerja dan kesempatan kerja serta memberikan perhatian khusus pada penanganan angkatan kerja usia muda. Kemudian butir 10 dinyatakan bahwa pengadaan tenaga kerja, penyediaan kesempatan lapangan kerja, perencanaan terpadu, penyempurnaan sistem informasi untuk penyediaan dan pemasaran tenaga kerja, dan perlindungan tenaga kerja.

e. Definisi pendidikan menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 Pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

B. FUNGSI LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Seperti yang diketahui, lingkungan pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Makin bertambah usia seseorang, peranan lingkungan pendidikan lainnya yaitu sekolah dan masyarakat. Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelenggaraan pendidikan pada ketiga lingkungan pendidikan itu, maka ketiganya sering dibedakan sebagai pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal.
Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung alamiah dan wajar disebut pendidikan informal. Sebaliknya, pendidikan di sekolah adalah pendidikan yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat, seperti harus berjenjangdan berkesinambungan, sehingga disebut pendidikan formal. Sedangkan pendidikan di lingkungan masyarakat (umpamanya kursus atau kelompok belajar) tidak dipersyaratkan berjenjang dan berkesinambungan, serta dengan aturan-aturan yang lebih longgar sehingga disebut pendidikan nonformal.

C. ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
1. Aliran klasik dan gerakan baru dalam pendidikan
Alira-aliran klasik yang meliputi aliran-aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi merupakan benang-benang merahyang menghubungkan pemikiran-pemikiranpendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang.
Selanjutnya, terdapat beberapa gagasan yang lebih bersifat satu gerakan dalam pendidikan yang pengaruhnya masih terasa sampai kini, yakni gerakan-gerakan pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja dan pengajaran proyek. Gerakan-gerakan ini sangat mempengaruhi cara-cara guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu gerakan-gerakan itu dapa dikaji untuk memperkuat wawasandan pengetahuan tentang pengajaran.


a. Aliran-aliran klasik dalam pendidikan dan pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di Indonesia

Aliran-aliran ini pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja, dan dengan demikian suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan untuk mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia. Aliran-aliran klasik tersebut yaitu:
a) Aliran Empirisme
Aliran Empirisme bertolak dari lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Menurut pandangan Empirisme pendidik memegangperanan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman, pengalaman-pengalaman itu tentunya yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran empirisme dipandang berat sebelahsebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat dimanipulasi, umpama malalui modifikasi tingkah laku.

b) Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertlak dari leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya.
Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yaknibahwa dalam diri individu terdapat suatu “inti” pribadi yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas.
c) Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J Rousseau (1712-1778). Rousseau berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbyhan anak pada alam.
d) Aliran Konvergensi
Perintis aliran adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bahasa jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas tumbuh-kembang manusia. Demikian pula halnya dalam belajar mengajar, variasi pendapat itu telah menyebabkan munculnya berbagai teori belajar dan atau teori/model mengajar. Sebagai contoh, dikenal berbagai pendapat tentang model-model mengajar seperti rumpun model behavioral (umpama model belajar tuntas, model belajar kontrol diri sendiri, model belajar simulasi, dan model belajar asertif), rumpun model pemrosesan informasi (model mengajar inkuiri, model presentase kerangka dasar atau advace organizer, dan model pengembangan berpikir).

b. Gerakan baru pendidikan dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan di Indonesia
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang kompleks menuntut penanganan untuk meningkatkan kualitasnya, baik yang bersifat menyeluruh maupun pada beberapa komponen tertentu saja. Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya termasuk yang kedua yakni upaya peningkatan mutu pendidikan hanya dalam satu atau beberapa komponen saja.
a) Pengajaran alam sekitar
Beberapa prinsip gerakan pengajaran alam sekitar yaitu:
1) Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung. Betapa pentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan sifat-sifat atau dasar-dasar orang pengajaran.
2) Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar, dan catat saja.
3) Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas.
4) Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalistis. Yang dimaksud dengan apersepsi intelektual ialah segala sesuatu yang baru dan masuk di dalam intelek anak, harus dapat luluh menjadi satu dengan kekayaan pengetahuan yang sudah dimiliki anak.
5) Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.

b) Pengajaran pusat perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirinis oleh Ovideminat Decroly (1871-1932)dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global.
Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yang merupakan dua hal yang khas dari Decroly, yaitu:
1) Metode Global (keseluruhan). Mengingat keseluruhan lebih dulu daripada bagian-bagian. Jadi ini berdasar atas prinsip psikologi Gestalt. Metode ini bersifat videovisual sebab arti sesuatu kata yang diajarkan itu selalu diasosiasikan dengan tanda (tulisan), atau suatu gambar yang dapat dilihat.
2) Pusat-pusat minat. Pengajaran harus disesuaikan dengan minat-minat spontan. Sebab apabila tidak, yaitu misalnya minat yang ditimbulkan oleh guru, maka pengajaran itu idak akan banyak hasilnya.

c) Sekolah kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandanga-pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. Gagasan sekolah kerja sangat mendorong berkembangnya sekolah kejuruan di setiap negara, termasuk di Indonesia. Peranan sekolah kejuruan pada tingkat menengah merupakan tulang punggung penyiapan tenaga terampil yang diperlukan oleh negara-negara sedang membangun seperti Indonesia. Pendidikan keterampilan itu sangat diperlukan oleh setiap orang yang akan memasuki lapangan kerja. Oleh karena itu, dalam rangka wajib belajar 9 tahun di Indonesia akan dikembangkan pula paket program yang memberi peluang lulusannya untuk memasuki lapangan kerja, dengan tidak mengabaikan pendidikan umum yang akan melanjutkan ke SMTA. Di samping pengaruh sekolah kerja di program pendidikan jalur sekolah, pengaruh terbesar gagasan ini adalah pada jalur pendidikan luar sekolah (seperti kursus-kursus, balai latihan kerja, dan sebagainya).
d) pengajaran proyek
Dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran-pengajaran proyek diletakkan oleh John Dewey (1859-1952).
Pengajaran proyek biasanya digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara lain dengan nama pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan persoalan secara komprehensif, dengan kata lain menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah secara multidislipin. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting, utamanya dalam masyarakat yang maju.

2. Dua “Aliran” pkok pendidikan di Indonesia
Dua “Aliran” pokok pendidikan di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran ini dipandang sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
Sebagai satu sisdiknas, seluruh upaya dan lembaga pendidikan di Indonesia seyogianya berada dan sesuai dengan aturan dari sisdiknas tersebut termasuk gagasan atau aliran pendidikan yang dikembangkan di Indonesia.dalam ketetapan itu dengan tegas dinyatakan “satu” dan bukannya “suatu” sisdiknas itu.



a. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Tamn Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara (lahir 2 Mei 1889 dengan nama Suwardi Suryaningrat) pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (taman kanak-kanak) dan kursus guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru (Mulo-kweekschool).

b. Ruang pendidik INS Kayu Tanam
Ruang pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei (lahir di Matan, Kalbar tahun 1895) pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatera Barat). INS pada mulanya dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil alih oleh Moh. Sjafei dimulai dengan 75 orang murid, dibagi dalam dua kelas, serta masuk sekolah bergantian karena gurunya hanya satu yakni Moh. Sjafei sendiri.
Pendidikan INS mempunyai asas-asas yaitu berfikir logis dan rasional, keaktifan atau kegiatan, pendidikan masyarkat, memperhatikan pembawaan anak, menentang intelektualisme.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Moh. Sjafei mengembangkan asas-asas pendidikan INS menjadi dasar-dasar pendidikan Republik Indonesia. Dasar-dasar tersebut dikembangkan dengan mengintegrasikan asas-asas Ruang Pendidik INS, sila-sila dari Pancasila, dan ahsl analisis alam dan masyarakat Indonesia, serta pengalaman sebagai guru sekolah Kartini di Jakarta (1914-1922), dan sebagai pimpinan INS. Dasar-dasar pendidikan tersebut sebagai beriku:
1) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan
3) Kesusilaan
4) Kerakyatan
5) Kebangsaan
6) Percaya pada diri sendiri juga pada Tuhan
7) Berakhlak (bersusila) setinggi mungkin
8) Bertanggung jawab akan keselamatan nusa dan bangsa
9) Berjiwa aktif positif dan aktif negatif
10) Mempunyai daya cipta
11) Cerdas, logis, dan rasional
12) Berperasaan tajam, halus, dan estetis
13) Gigih atau ulet yang sehat
14) Correct atau cepat
15) Gabungan antara pendidikan ilmu umum dan kejuruan
16) Emosional atau terharu
17) Jasmani sehat dan kuat
18) Cakap berbahasa Indonesia, Inggris, dan Arab
19) Sanggup hidup sederhana dan bersusah payah
20) Sanggup mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan alat serba kurang
21) Sebanyak mungkin memakai kebudayaan nasional waktu mendidik
22) Waktu mengajar para guru sebanyak mungkin menjadi objek, dan murid-murid menjadi subjek. Bila hal ini tidak mungkin barulah para guru menjadi subjek dan murid menjadi objek
23) Sebanyak mungkin para guru mencontohkan pelajaran-pelajarannya, tidak hanya pandai menyuruh saja
24) Diusahakan supaya pelajar mempunyai darah ksatria; berani karena benar
25) Mempunyai jiwa konsentrasi
26) Pemeliharaan (perawatan) sesuatu usaha
27) Menepati janji
28) a) sebelum pekerjaan dimulai dibiasakan menimbangnya dulu sebaik-baiknya
b) kewajiban harus dipenuhi
29) Hemat

Demikian dasar-dasar pendidikan menurut Moh. Sjafei, yang mencakup berbagai hal, seperti syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya.

Dibawah ini tujuan dari INS Kayu Tanam:
a) mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
b) memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
c) mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
d) menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab
e) mengusahakan mandiri dalam pembiayaan

D. PERMASALAHAN PENDIDIKAN
1. Permasalahan pokok pendidikan
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitu:
a. Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
b. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermayarakat.
2. Jenis permasalahan pokok pendidikan
Dibawah ini adalah empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya:
a. Masalah pemerataan pendidikan
b. Masalah mutu pendidikan
c. Masalah efisiensi pendidikan
d. Masalah relevansi pendidikan

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
a. Perkembangan iptek dan seni
b. Laju pertumbuhan penduduk
c. Aspirasi masyarakat
d. Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan

E. SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Setiap bangsa memiliki sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional masing-masing bangsa berdasarkan pada dan dijiwai oleh kebudayaannya.
Sistem pendidikan nasional Indonesia disusun berlandaskan kepada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai kritalisasi nilai-nilai hidup bangsa Indonsia. Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional disusun sedemikian rupa, meskipun secara garis besar ada persamaan dengan sistem pendidikan nasional bangsa lain, sehingga sesuai dengan kebutuhan akan pendidikan dari bangsa Indonesia yang secara geografis, demografis, historis, dan kultural berciri khas.

1) Kelembagaan, program, dan pengelolaan pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang.
Pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasar kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Sistem pendidikan nasional diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta di bawah tanggung jawab Menteri Pendidikan dan kebudayaan dan menteri lainnya. Pelaksanaan pendidikan nasional dilaksanakan melalui bentuk-bentuk kelembagaan beserta program-programnya. Butir- butir berikut ini akan membahas kedua hal tersebut.

a. Kelembagaan pendidikan
Berdasarkan UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, kelembagaaan pendidikan dapat dilihat dari segi jalur pendidikan dan program serta pengelolaan pendidikan.
1. Jalur pendidikan
Melalui jalur pendidikan dibagi dengan dua, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah, dan mempunyai keseragaman pla yang bersifat nasional. Sedangkan jalur pendidikan diluar sekolah merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatanyang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak bersinambungan, sperti kepramukaan, berbagai kursus, dan lain-lain. Sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola yang bersifat nasional.
2. Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran.
b. Program dan pengelolaan pendidikan
1. Jenis program pendidikan
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya.
Program pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan.
2. Kurikulum program pendidikan
Kurikulum diartikan sebagai:
• Seperangkat mata pelajaran dan materi pelajaran yang terorganisir (Heymen, 1973).
• Rencana kegiatan untuk menentukan pengajaran (Macdonald, 1965).
• Rencana untuk membelajarkan peserta didik (Taba, 1962).
• Pengalaman belajar (Krug dan Edward A., 1956).
Dalam hubungan dengan pembangunan nasional, kurikulum pendidikan nasional mengisi upaya pembentukan sumber daya manusia untuk pembangunan. Dalam kaitan ini, kurikulum mengandung dua aspek yaitu:
- Aspek kesatuan nasional, yang memuat unsur-unsur penyatuan bangsa.
- Aspek lokal, yang memuat sifat-sifat kekhasan daerah, baik yang berupa unsur budaya, sosial maupun lingkungan alam, yang menghidupkan sift kebhinekaan dan merupakan kekayaan nasional.
Kurikulum yang mengandung aspek kesatuan nasional, memberikan bekal kesadaran dan kesatuan nasional, semangat kebangsaan, kesetiaan sosial, serta mempertebal rasa cinta tanah air disebut kurikulum nasional, dan yang mengandung unsur-unsur lokal disebut muatan lokal dalam kurikulum. Didalam struktur kurikulum, porsi muatan lokal adalah 20% dari kurikulum nasional.
UU RI No. 2 tahun 1989 Pasal 38 Ayat 1 menyatakan adanya dua aspek nasinal dan lokal itu sebagai berikut: pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam suatu satuan pendidika didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas suatu pendidikan yang bersangkutan.








F. ALAT PENDIDIKAN
Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Alat pendidikan menurut Langeveld ialah suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. (Langeveld, 1971:fatsal 10 dan 43; Barnadib, 1982:95-96; Suwarno, 1985:113).

- Macam-macam alat pendidikan
Macam alat pendidikan dapat ditinjau dari segi wujudnya, yaitu:
a. Perbuatan pendidik mencakup nasehat, teladan, larangan, perintah, pujian, teguran, ancaman, dan hukuman.
b. Benda-benda sebagai alat bantu mencakup meja-kursi belajar, papan tulis, penghapus, kapur tulis, buku, peta, dan masih banyak lainnya.
- Tindakan pendidikan yang merupakan alat pendidikan dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandangan, yaitu:
a. Pengaruh tindakan terhadap tingkah laku anak didik:
• Yang bersifat positif mendorong anak didik untuk melakukan serta meneruskan tingkah laku tertentu, seperti teladan, perintah, pujian, dan hadiah.
• Yang bersifat mengengkang mendorong anak didik untuk menjauhi serta menghentikan tingkah laku tertentu, seperti larangan, teguran, ancaman, dan hukuman.
b. Akibat tindakan terhadap perasaan anak didik:
• Menyenangkan anak didik, seperti pujia, dan hadiah.
• Tidak menyenangkan atau menyebabkan anak didik menderita, seperti teguran, ancaman, dan hukuman.
c. Bersifat melindungi anak didik:
• Mencegah atau mengarahkan, seperti perintah, teladan, dan larangan.
• Memperbaiki, seperti teguran, ancaman, dan hukuman.

- Alat Pendidikan Yang Baik
Sebuah alat pendidikan yang akan digunakan, dikatakan baik berdasarkan pertimbangan berikut:
a. Alat tersebut sesuai atau cocok dalam pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
b. Pendidik memahami peranan alat tersebut dan cakap menggunakannya. Jika memerlukan alat bantu, pendidik dapat memilih kapan tersedia atau membuat sendiri apabila belum tersedia.
c. Anak didik mampu menerima penggunaan alat pendidikan itu sesuai dengan keadaan dirinya, sebab anak didiklah yang akan menerima dan mengolah pengaruh pendidikan dari alat pendidikan tersebut demi pencapaian kedewasaan dirinya.
d. Alat pendidikan itu dapat membawa hasil yang diharapkan dan tidak menimbulkan akibat sampingan yang merugikan anak didik.

- Penggunaan alat pendidikan
Penggunaan alat pendidikan berupa tindakan pendidikan nampak dalam bentuk tindakan yang bersumber pada kewibawaan pendidik, yaitu:
a. Teladan adalah tindakan pendidik yang disengaja untuk ditiru oleh anak didik. Teladan merupakan alat pendidikan yang utama, sebab terikat erat dalam pergaulan dan berlagsung secara wajar.
b. Perintah ialah tindakan pendidikan menyuruh anak didik melakukan sesuatu yang diharapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
c. Larangan ialah tindakan pendidik menyuruh anak didik tidak melakukan atau menghindari tingkah laku tertentu demi tercapainya tujuan pendidikan tertentu.
d. Pujian dan hadiah adalah tindakan pendidikan yang berfungsi memperkuat penguasaan tujuan pendidikan tertentu yang telah dicapai oleh anak didik.
e. Teguran merupakan tindakan pendidik untuk mengoreksi pencapaian tujuan pendidikan oleh anak didik. Biasanya teguran digunakan apabila anak didik tidak atau kurang bertingkah laku sesuai dengan perintah atau larangan.
f. Ancaman ialah tindakan pendidik mengoreksi secara keras tingkah laku anak didik yang tidak diharapkan, dan disertai perjanjian jika
g. Hukuman merupakan alat pendidikan istimewa, sebab membuat anak didik menderita. Hukuman ialah tindakan pendidik terhadap anak didik karena melakukan kesalahan, dan dilakukan agar anak didik tidak lagi melakukannya.

G. TANGGUNG JAWAB DAN KEWIBAWAAN PENDIDIKAN
Tanggung jawab dan kewibawaan pendidikan selalu menyangkut hubungan antara anak diidk dan pendidik, termasuk pula hubungan antara anak didik dan lembaga pendiidkan.
Tanggung jawab pendidikan berarti adanya kesadaran pendidik dan lembaga pendidikan akan tugasnya membantu, menuntun anak didik, dan bertindak demi kepentingan anak didik. Kewibawaan pendidikan berarti adanya penerimaan, pengakuan, kepercayaan anak didik terhadap pendidik dan lembaga pendidikan yang memberikan bantuan, tuntunan kepadanya, karena anak didik melihat dalam diri pendidik dan lembaga pendidikan itu perwujudan nilai-nilai manusiawi yang hendak dicapai pula oleh anak didik sendiri.






1) Yang memiliki tanggung jawab pendidikan
Dibawah ini adalah kriteria tentang siapa yang bertanggung jawab pendidikan menurut Langeveld:
a. Ketergantungan wajar (kodrati) dari anak didik pada orang dewasa. Ketergantungan wajar ini ada pada anak terhadap orang tua yang melahirkan mereka, dan mereka hidup bersama dalam kesatuan hidup yaitu keluarga. Didalam masyarakat keluarga merupakan lembaga sosial (soko guru). Orang tua adalah pendidik krodati (utama). Tanggung jawab pendidikan ada pada orang tua.
b. Ketergantungan kebetulan (insidental) dari anak didik pada orang dewasa. Dalam keadaan tertentu anak tidak dapat hidup bersama, dan dipelihara oleh orang tua, misalnya, karena orang tua meninggal, atau karena orang tua menderita cacat rohani-jasmani berat, sehingga tidak dapat menjalankan tugas memelihara dan mendidik. Orang tua angkat atau wali menjadi pendidik pengganti yang bertanggung jawab atas pendidikan anak.
c. Ketergantungan seluruhnya atau sebagian dari anak didik pada orang dewasa. Dalam masyarakat dibentuk berbagai lembaga sosial yang masing-masing mempunyai tugas membantu warga masyarakat mencapai kesejahteraan dalam bidang nilai tertentu. Misalnya negara, lembaga keagamaan, lembaga kesehatan, lembaga ilmiah (sekolah). Lembaga-lembaga ini dan orang dewasa yang memimpin mereka, seperti pejabat pemerintah, pemuka agama, guru, membantu orang tua dan keluarga melaksanakan tugas mendidik anak.
2) Yang memiliki kewibawaan pendidikan
Menurut Langeveld pemilik kewibawaan pendidikan didasarkan pada dua kriteria berikut ini:
a. Pemangku kewibawaan pendidikan yaitu pemimpin suatu kesatuan hidup bersama, seperti yang sudah dibahas di atas. Kewibawaan pendidikan semacam ini disebut kewibawaan atas dasar status kodrati/jabatan.
b. Orang dewasa yang menjadi pendidik memiliki dan merealisir sendiri nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan ini hendak dimiliki dan direalisir juga oleh anak didik dalam hidupnya. Dalam hubungan dengan anak didik, pendidik memancarkan nilai-nilai kemanusiaan dari dalam dirinya sebagai pribadi dewasa susila dalam bentuk tingkah lakunya.

H. ILMU- ILMU DALAM PENDIDIKAN
A. Pengertian ilmu bantu
Pendidikan merupakan usaha kerja sama antara pendidik dan anak didik dalam suatu kesatuan hidup bersama, dan bertujuan membantu anak didik mencapai pribadi dewasa susila. Oleh karena itu kita tidak dapat menetapkan begitu saja sistem pendidikan yang kita gunakan semata-mata dari sudut pandangan ilmu pendiidkan.
Ada ilmu-ilmu lain terutama ilmu-ilmu sosial yang membahas juga kegiatan-kegiatan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Ilmu-ilmu itu antara lain filsafat, antropologi, psikologi, sosiologi, sejarah, politik-ekonomi.
Jadi, ilmu bantu dalam pendidikan berarti ilmu yang digunakan juga untuk menyempurnakan azas-azas pendidikan.

a. Macam ilmu bantu dalam pendidikan
1. Filsafat pendidikan
Ada beberapa ilmu filsafat pendidikan seperti parennialism, esensialise, progresivise, rekonstruksionise, dan eksistensialise (dibahas secara khusus dalam mata kuliah filsafat pendiidkan). Yang dimaksud dengan filsafat pendidikan ialah analisis filosofis tentang gejala (praktek) pendidikan. Analisis filosofis membantu kita terutama bilamana terjadi pertentangan dalam praktek-praktek pendidikan, dan pertentangan ini tidak dapat disepakati penyelesaiannya, karena masing-masing pendapat mempunyai dasar-dasar yang rasional.

2. Sosiologi pendidikan
Interaksi sosial dalam batasan ini kita sebut saja pergaulan, sedangkan kelompok-kelompok sosial sudah kita bahas dalam bagian-bagian terdahulu. Pergaulan merupakan suatu proses yang dapat berkembang (berubah) menjadi interaksi pendidikan.
Interaksi sosial (pergaulan) berubah menjadi interaksi pendidikan, bilamana ada maksud untuk mengubah tingkah laku pihak tertentu. Interaksi sosial dan interaksi pendidikan sebagai proses dialami oleh pendiidk dan anak didik didalam keluarga, lingkungan tetangga, kampung, sekolah, dan lain kelompok di mana anak didik menjadi anggotanya.

3. Psikologi pendiidkan
Pendapat Mouly memberi gambaran kepada kita bahwa analisis psikologis membantu kita memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Tujuan-tujuan pendidikan yang dinyatakan berdasarkan analisis psikologis memberi tuntunan bagi pendidik dan anak didik tentang apa yang hendak dicapai, kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan, dan tentang kemajuan yang dicapai oleh anak didik.




BAB II
Macam-Macam Pendidikan Di Indonesia

A)Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional
Pendidikan Islam yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pendidikan meunasah atau dayah, surau, dan pesantren diyakini sebagai pendidikan tertua di Indonesia. Pendidikan Pendidikan ketiga institusi di atas memiliki nama yang berbeda, akan tetapi memiliki pemahaman yang sama baiak secara fungsional, substansial, operasional, dan mekanikal. Secara fungsional trilogi sistem pendidikan tesrebut dijadikan sebagai wadah untuk menggembleng mental dan moral di samping wawasan kepada para pemuda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi manusia yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara. Secara substansial dapat dikatakan bahwa trilogi sistem pendidikan tersebut merupakan panggilan jiwa spiritual dan religius dari para tengku, buya, dan kyai yang tidak didasari oleh motif materiil, akan tetapi murni sebagai pengabdian kepada Allah. Secara operasioanal trilogi sistem penidikan tersebut muncul dan berkembang dari masyarakat, bukan sebagai kebijakan, proyek apalagi perintah dari para sultan, raja, atau penguasa. Secara mekanikal bisa dipahami dari hasil pelacakan histories bahwa trilogi sistem pendidikan di atas tumbuh secara alamiah dan memiliki anak-anak cabang yang dari satu induk mengembang ke berbagai lokasi akan tetapi masih ada iktan yang kuat secara emosional, intelektual, dan cultural dari induknya.
Sebelum masuknya penjajah Belanda triilogi sistem pendidikan pribumi tersebut berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan agama Islam yang berlangsung secara damai, ramah, dan santun. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan bukti bagi kesadaran masyarakat Indonesia akan sesuinya model pendidikan Islam dengan nurani masyarakat dan bangsa Indonesia saat itu. Kehidupan masyarakat terasa harmonis, selaras, dan tidak saling mendominasi. Hanya saja sejak masuknya bangsa penjajah baik Spanyol, Portugis, dan Belanda dengan sifat kerakusan akan kekayaan dan materi yang luar biasa menjadikan masyarakat Indonesia tercerai berai. Terdapat sebagian masyarakat pribumi yang masih teguh dengan pendirian dan ajaran yang diperoleh di dayah, surau, dan pesantren ada juga yang sudah mulai terbuai dengan bujuk rayu para penjajah jahat tersebut.
Sebagian manusia pribumi yang menerima bujukan dan rayuan penjajah di atas adalah manusia pribumi yang telah lupa dan memang secara sadar melupakan ajaran yang mereka peroleh di tempat pendidikannya. Mereka juga terbius dengan iming-iming kekayaan dari para penjajah yang sangat licik. Kelicikan dan kejahatan para penjajah memang tidak pernah diungkap oleh para sejarawan. Kelicikan dan kejahatan penjajah sudah tidak bias diterima manusia normal. Bujukan dan rayuan yang manis dari para penjajah diarahkan kepada manusia pribumi yang kelihatan secara moral, kepribadian, praktik keagamaan masih lemah dan rendah. Moralitas yang rendah, kepribadian yang lemah dan tingkat ketaatan keagamaan minim merupakan sasaran empuk bagi para penjajah.
Trilogi sistem pendidikan Islam di atas mulai tergerus bahkan serta dimatikan oleh penjajah. Para penjajah memandang bahwa trilogi sistem pendidikan Islam tersebut pada dasarnya bukanlah lembaga pendidikan akan tetapi hanyalah lembaga agitasi dan provokasi untuk melawana penjajahan. Dengan asumsi yang demikian, maka menjadi sangat wajar ketika penjajah berusaha untuk mengkerdilkan atau bahkan mematikannya. Di saat yang bersamaan penjajah mendirikan sistem pendidikan alam negara penjajah. Di sini telah terjadi polarisasi lembaga pendidikan yang pada awalnya hanya mengenal pendidikan tradisional, maka pada masa penajajahan ini mulai muncul sistem pendidikan modern. Di sinilah cikal-bakal mulai munculnya istilah pendidikan tradisional dan pendidikan modern. Adanya fragmentasi ini kemudian juga merembet ke dikotomisasi ilmu pengetahuan yaikni ada ilmu agama dan ilmu umum. Ilmu agama dipahami sebagai ilmu-ilmu yang diberikan secara tradisional oleh trilogi sistem pendidikan Islan sedangkan ilmu umum digunakan untuk menyebut ilmu-ilmu yang diberikan oleh lembaga pendidikan modern, dalam hal ini sekolah-sekolah yang didirikan para penjajah. Adanya persaingan yang tidak seimbang antara kaum penjajah dan penduduk asli, maka sebagian besar manusia Indonesia mulai mengalami perubahan dalam kehidupannya.
Mulai saat ini pulalah manusia Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan baik dalam aspek ideologi, ekonomi, politik, maupun moralitas. Dalam aspek ideologi manusia pribumi mulai ada yang bergeser dari ideologi spiritualisme-religius ke ideologi materialisme-kapitalisme. Ideologi materialisme-kapitalisme adalah ideologi yang lebih mementingkan kekayaan materi dan kekayaan tersebut digunakan untuk dirinya sendiri. Kekayaan yang diperoleh dengan cara memeras dan menyiksa para fakir miskin adalah sebuah perilaku para pengkiut ideilogi ini. Dalam aspek ekonomi juga mulai bergeser dari hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya mengarah ke orientasi untuk menguasi selutuh kekayaan yang ada, sehingga kekayaan tesrebut hanya untuk dirinya sendiri. Hal ini memang merupoakan konskuensi logis dari pergeseran ideologi di atas. Karena secara teoritis dan praktis antara ideologi dan perilaku ekonomi akan memiliki kesejajaran dan kesinambungan. Dalam aspek politik kehidupan masyarakat bergeser dari sekedar menjadikannya sebagai sarana untuk menmgembangkan ajaran dan moralitas masyarakat bergeser menjadi sebagai sarana untuk menguasai masyarakat baik secara cultural maupun truktural. Inilah yang belakangan menyebabkan munculnya kekayaan structural dan kemiskinan structural. Yaitu kondisi dan keberlangsungan kehidupan masyarakat dimana yang kaya semakin kayak arena menguasai seluruh akses kekayaan, sedangkan yang miskin semakin miskin karena memang telah direbut seluruh aksesnya oleh orang yang kaya.
Dalam aspek moralitas pergeseran terjadi pada pandangan masyarakat tentang konsep moralitas itu sendiri. Moralitas di sini dipahami sebagai konsep tentang moral atau kebaikan atau baiknya sesuatu yang telah dikonstruksi oleh masyarakat. Ketika penajajh yang berkuasa di Indonesia, maka konsepsi tentang moral harus mengikuti konstruksi masyarakat penajajah. Sedangkjan sebagaimana dijelaskan di depan bahwa ideologi para penjajah adalah materialisme-kapitalis, maka sesuatu atau seseorang dianggap baik dan bermoral ketika sesuatu itu bermanfaat dan berguna secara materiil. Seseorang dikatakan kurang moralitas dan nilainya di hadapan masyarakat ketika seseorang itu tidak mampu memberikan manfaat dan kegunaan secara materiil. Orang yang dianggap berhasil dan bermoralk adalah sewseorang yang telah memiliki jabatan, kekayaan, dan harta l;ebih dari orang tuanya. Demikianlah pergesaran yang terjadi sebagai akibat terjadinya penjajahan di Indonesia.
Pada masa penjajahan Jepang --yang merupakan Saudara Tua (karena sama-sama di benu Asia dengan Indonesia)—pendidikan tradisional mulai mendapatkan angin kemajuan. Namun, semua itu tidak ada artinya karena memang penjajahan Belanda sebagai salah satu bangsa Barat atau lebih dikenal dengan bangsa Barat telah menancapkan ideologi, politk, ekonomi, budaya, dan moralitas kepada masyarakat pribumi, maka angina segar tersebut tidak mampu dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian pendidikan tradisional menjadi sangat sulit untuk kemabli lagi ke posisi semual, yakni sebelum adanya penjajahan bangsa Barat.


Memasuki masa kemerdekaan pendidikan Islam masih terus berkutat dengan sistem pendidikan modern (peninggalan Belanda). Sistem pendidikan ini dipelopori oleh para tokoh pendidikan yang telah mengenyam sistem pendidikan Belanda atau Barat. Oleh karena itu, menjadi sangat masuk akal ketika sistem pendidikan nasional Indonesia berkiblat kepada sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan yang berkiblat pada sistem pendidikan Barat secara praktis dan teoritis berbeda dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Dari sinilah kemudian terjadi pemisahan antara pendidikan tradisional yang dalam hal ini bias direpresentasikan oleh pendidikan Islam dan pendidikan modern yang dalam hal ini bias direpresentasikan oleh pendidikan nasional. Kedua asistem pendidikan ini merupakana sebuah hasil kompromi para funding father negeri ini.
Kompromi yang diambil para funding father negeri ini adalah bahwa pengabaian sistem pendidikan Islam tradisional akan sangat menyakitkan umat Islam. Mengingat jasa dan pengorbanan para ulama dan santri dari trilogi sistem pendidikan Islam tersebut di atas. Pertimbangan lainnya adalah agar umat Islam memiliki lembaga pendidkkan khusus, sehingga mayoritas penduduk Indonesia tidak mengalami kekecewaan yang luar biasa kepada pemerintah. Oleh karena itu, pada masa kemerdekaan tepatnya pada 3 Januari 1946 didirikanlah Departemen Agama yang mengurusi urusdan umat Islam. Meskipun pada dasarnya Departemen Agama ini mengurusi keperluan seluruh umat beragama di Indonesia, namun melihat latar belakang pendiriannya jelas untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi umat Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini.
Dalam masalah pendidikan, kepentingan dan keinginan umat Islam juga ditampung di Departemen ini. Namun sangat disayangkan perhatian para pemimpin negeri ini kurang begitu besar terhadap pendidikan Islam di bawah naungan Depag ini. Hal ini terbukti dengan anggaran yang sangat berbeda dengan saudar mudanya yaitu pendidikan nasional. Perbedaan perhatian dengan wujud kesenjangan anggaran ini kemudian menyebabkan munculnya perbedaan kualitas pendidikan yang berbeda. Di satu sisi lembaga-lembaga pendidikan yang di bawah departemen pendidikan nasional mengalami perkembangan cukup pesat sementara pendidikan Islam yang berada di bawah payung Departemen Agama “terseok-seok” dalam mengikuti perkembangan zaman.
Sampai pada pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru pemisahan sistem dan pengelolaan pendidikan nasional dan pendidikan Islam masih dipertahankan. Artinya adalah bahwa pengelolaan pendidikan Islam masih mengalami nasib yang tidak bagus dibanding dengan saudara mudanya, pendidikan nasional. Walaupun secara substansial kedua sistem pendidikan tersebut oleh pemerintah Indonesia sendiri juga mengalami nasib yang sama buruknya, yaitu rendahnya anggaran pendidikan bila dibanding dengan negara-negara berkembang lain apalagi dibanding dengan negara-negara maju.
Demikianlah nasib perjalanan pendidikan di Indonesia yang sampai saat ini masih menduduki ranngking kurang begitu bagus dibanding negara-negara lainnya. Kurangnya perhatian pemerintah pusat dan menitikberatkan pembangunan pada sector ekonomi menyebabkan pembangunan jiwa dan mental bangsa menjadi termarjinalkan. Padahal pembangunan mental, jiwa, dan moral bangsa adalah sebuah keharusan dan keniscayaan sejarah yang tidak bisa ditawar-tawar, khususnya bagi bangsa Indonesia sebagaimana dijelaskan secara panjang lebar dalam buku ini. Pendidikan moral bukan pendidikan ekonomi yang paling penting bagi bangsa Indonesia. Pendidikan ekonomi tanpa didukung dengan pendidikan moral yang kuat hanya akan memunculkan pemimpin-pemimpin yang berpenyakit kronis.


B)Pendidikan Indonesia Kini
Pendidikan Indonesia saat ini merupakan hasil dari kebijaksanaan politik pemerintah Indonesia selama ini. Mulai dari pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Pendidikan Indonesia masih mementingkan pendidikan yang bersifat dan berideologi materilisme-kapitalisme. Ideologi pendidikan yang demikian ini memnmag secara teoritis tidask nampak, akan tetapi secara praktis merupakan realitas yang tidak dapat dibantah lagi. Materialisasi atau proses menjadikan semua bernilai materi telah merunyak di segala sendi sistem pendidikan Indonesia, termasuk pendidikan Islam. Sendi-sendi yang dimasuki bukan hanya dalam materi pelajaran, pendidik, peserta didik, manajemen, lingkungan, akan tetapi juga tujuan pendidikan itu sendiri. Jika tujuan pendidikan telah mengarah ke hal-hal yang bersifat materi, maka apa yang diharapkan dari proses pendidikan tersebut.
Dalam masalah kurikulum pendidikan misalnya diarahkan kepada kurikulum yang memberikan bekal kepada peserta didik untuk mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan yang besar. Kurikulum tersebut dibuat sedemikian rupa dan untuk mengikutinya harus mengeluarkan uang sangat sangat besar. Jika dalam proses memperolehnya haru mengeluarkan dana yang besar, maka dapat dibayangkan setelah memperoleh pengetahuan tersebut. Peserta didik yang telah selesai akan menggunakan pengetahuan tersebut paling untuk mengembalikan modal dan tentu berupaya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya. Karena memang teori modern mengatakan bahwa pendidian adalah investasi di masa depan. Investasi dalam dunia ekonomi dipahami sebagai modal yang akan dipetik keuntungannya di waktu yang akan datang. Sedangkan prinsip ekonomi yang diajarkan di sekolah menengah adalah keluarkan modal sedikit mungkin dan hasilkan keuntungan sebesar-besarnya. Dari sini dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan telah dijadikan atau telah diselwengkan tujuannya hany auntuk mendapatkan pekerjaan. Sedangkan untuk menjadikan manusia yang utuh bukan hanya dimarjinalkan, akan tetapi memang dimatikan karena prinsip ekonomi tidak mengenal nilai-nilai spiritual, moralitas, kebersamaan.
Dalam aspek pendidik misalnya banyak sekali praktek dan perilaku penididik yang menjual nilai untuk mendapatkan uang. Bahkan ada sebagian pendidik yang menjadikan kewenangannya untuk memberikan nilai kepada peserta didik demi mendapatkan pendapatan dari peserta didiknya sendiri. Modusnya adalah dengan memberikan nilai rendah pada program regular, kemudian akan diberikan nilai agak tinggi atau bahkan tinggi pada program khusus dimana peserta didik jug amembayar dengan biaya khusus. Praktik dan moud operansi yang demikian ini bukan hanya menjadi realitas, akan tetapoi sudah menjadi penyakit kronis dalam dunia pendidikan, bahkan pendidikan Islam sendiri. Praktik yang demikian akan menjadi hilang ketika nilai-nilai moralitas benar-benar terpancar dalam sistem pendidikan. Nilai-nilai moralitas yang diberikan kepada peserta didik selama ini hanyalah teori-teori yang tidak pernah dibuktikan dalam praktik kehidupan. Meskipun itu dalam praktik pendidikan itu sendiri. Praktik pelanggaran moralitas tinggi justru sudah diajarkan oleh para pendidik kepada peserta didik dengan berbagai praktik dan modus operandi dalam proses pengajaran dan ujian, salah satunya adalah modus di atas.
Aspek peserta didik merupakan korban dari sistem dan proses pendidikan yang ada. Jika sistem pendidikan nssional maupun pendidikan Islam telah mengalkami reduksi makna dari pendidikan menjadi sekedar penyampaian pengetahuan (transfer of knowledges), maka pada saat itulah peserta didik telahg diberi pelajaran yang sangat luar biasa pengaruhnya dalam kehidupannya kelak. Peserta didik yang sudah berpoengalaman, misalnya mahasiswa S1 atau S2 dan bahkan S3 yang telah memahmi praktik-praktik demikian ini dan tidak mau memperhjatikan nilai-nilai moralitas akan melakukan praktik-praktik asal bias lulus dan selesai. Bahkan ada yang lebih tragis lagi yaitu asal dapat gelar, sehingga muncul pasar gelar di Indonesia yang beberapa tahun sebelum ini sangat marak dijajakan baik lewat media massa maupun media elektronik. Jual beli nilai, jual beli gelar, dan jual beli karya ilmiah adalah satu hal yang menunjukkan betapa rendah mental dan moralitas para peserta didik. Fenomena di atas merupakan realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan yang ideologinya telah mengarah kepada ideologi materiliasme-kapitalis.
Materialisasi aspek manajemen pendidikan dapaty dilihat pada praktik munculnya kebanggaan semua pihak baik pengelola, pendidik, peserta didik, dan wali akan megahnya gedung dan kampus dimana mereka berada dan ikut andil di dalamnya. Kemagahan gedung kampus dan seklolah menjadi tolok ukur majunya sebuah lembaga pendidikan. Jika orientasi kemegahan gedung kampus dan sekolah menjadi ukuran kemajuan sebuah pendidikan, maka dapat dibayangkan orientasi pendidikannya. Orientasi manajemen pendidikannya adalah pada kemegahan gedung secara fisikla, sementara kemegahan spsirtual dan moral;itasa termarjinalkan atau bahkan sama sekali ditiadakan. Semua pihak yang ada di dalamnya akan merasa bangga dan menganggap orang lain yang tidak berada di situ sebagai masyarakat pendidikan kelas rendah. Manajemen pendidikan yang hanya mengarah pada kemegahan gewdung kampus pada gilirannya akan ditundukkan atau dikalahkan oleh insitusi pendidikan lainnya yang memiliki modal yang luar biasa besarnya. Jadin pada dasarnya lembaga pendidikan atau dengan kata lain manajemen pendidikannya dimaksudkjan untuk berkompetisi. Dan kompetisi inilah yang menjadi darah dan energi bagi penyelenggaraan pendidikannya. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan hanya diukur dengan megahnya gedung, mahalnya SPP, banyaknya peminat, dan alumninya banyak yang menduduki jabatan tinggi. Inilah manajemen pendidikan di Indonesia saat ini.
Materialisasi pada aspek lingkungan pendidikan merupakan fenomena yang sangat jelas. Lingkungan pendidikan di sini dipahami sebagai masyarakat yang berada di sekitar pendidikan atau dengan kata lain adalah masyarakat Indonesia sendiri. Masyarakat Indonesia sejak memasuki era modernisasi telah mengalami pergeseran yang luar biasa. Pergeseran tersebut mencakup pergeseran orientasi kehidupan, pergeseran budaya, pergeseran gaya hidup, pergeseran pandangan hidup, pergeseran pertilaku politik, pergeseran perilaku ekonomi, dan pergeseran terhadap ajaran agama. Pergeseran-pergeseran tersebut jmuarany adalah disebabkan oleh adanya modernisasi yang terus "dibombardirkan" kepada masyarakat, baik melalui jalur pendidikan, jalur media massa, dan jalur birokrasi. Modernisasi pada intinya adalah upaya rasionalisasi seluruh aspek kehidupan masyarakat, dari yang pada mulanya kental akan nuansa religius, nuansa sakralitas, dan nuansa spiritual bahkan nuansa transendental menjadi tidak bernuansa sama sekali kecuali nuansa rasionalitas, nuansa obyektivitas, dan nuansa realitas-empiris. Massyarakat yang telah bergeser pandangan hidupnya menjadi sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadikan danmenganggap pendidikan sebasgai investasi dan ketika selesai akan mendapatkan keuntungan lebih besar adalah sangat wajar. Semu aini pada dasarnya adalha materialsasi lingkungan pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan Islam.
Materialisasi tujuan pendidikan merupakan landasan awal bagi proses materialisasi seluruh aspek di atas. Tujuan di manapun dia berada merupakan muara akhir dari semua proses yang ada sebelumnya, termasuk di sini adalah dslam proses pendidikan. Tujuan pendidikan yang dimaterialisasikan adalah upaya mencapai tujuan pendidikan nasioanl maupun pendidikan Islam dengan asumsi dapat diukur secara kuantitatif dan dapat diliuhat jhasilnya secara nyata. Tujuan-tujuan pendidikan yang telah mengalami materialisasi dapat dilihat pada tujuan para pendidik. Misalnya, berapa alumni yang telah menjadi dokter, berapa ayang telah menjadi pengacara, berapa yang telah menjadi pejabat tinggi, berapa alumni yang telag menjadi dewan. Dengan melihat jumlah alumni yang telah menduduki ajabatan apapun akan dapat dipredikisikan penghasilan mereka. Setelah diketahui pendapatan par alaumni, maka dapat diketahui pal keberjhasilan sebuah lemabag pendidikan. Sangat jarang atau bahkan tidak ada berapa alumnsi yang telah menjadi manusia bermoral, berapa alumni yang telah memnebriak kesadaran masyarakat akan arti pentingnya persaudaraan, berapa alumni yang telah mampu memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat tanpa pamrih apapun, berapa alumni yang telah benar-benar melaksanakan tujuan pendidkannya yaitu menjadi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya di sini berarti secara jamsani dan ruhani, secara material dan spiritual, dan secara fisik dan mental, serta secara intelektual dan moral telah terjadi keseimbangan yang nyata. Jarang sekali atau bahkan tidak ada sensus keberhasilan pendidikan yang mengukur kesuskesannya dengan ranah yang demikian ini.
C)Pendidikan Moral atau Akhlak
Pendidikan Islam pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.
Berkaitan dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan, dalam al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang yang beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal saleh sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan seseorang. Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah yaitu al-akhlaq al-karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki pemahaman yang sama yaitu akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik, terpuji, dan mulia yang diridlai Allah.
Dalam pendidikan Islam proses penghayatan dengan sebenarnya terhadap moralitas menjadi tolok ukur keberhasilan. Memahami moralitas belum tentu secara otomatis menghayatinya. Pemahaman terhadap moralitas berarti bahwa segala sesuatu tentang moralitas sudah jelas baik dan pentingnya untuk dimiliki setiap peserta didik. Namun pemahaman tersebut barulah terjadi dalam pikiran, belum tentu meresap ke dalam hati dan perasaan. Berapa banyak hal yang baik diketahui kebaikan dan manfaatnya bagi kehidupan akan tetapi semua orang condong untuk tidak menjadikannya sebagai pegangan atau pedoman dalam hidupnya. Sebaliknya semua orang tahu dan menyadari bahwa sifat buruk itu tidak baik akan tetapi tidak semua orang mau menghindari atau meninggalkannya. Masalahnya terletak pada penghayatan terhadap hal-hal yang baik tersebut.
Menghayati sesuatu berarti menjadikannya bagian dari kepribadiannya, menyatu, dan tidak terpisahkan lagi. Jadi menghayati moralitas berarti semua bentuk moralitas yang telah diketahui itu masuk menjadi bagian dari pribadi dan tidak terpisahkan lagi. Akibat selanjutnya adalah pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap akan dipengaruhi oleh sesuatu yang telah dihayati itu.
Masalah penghayatan bukanlah sederhana terutama bagi orang dewasa di mana pertumbuhan kepribadiannya telah selesai pada usia 20 atau 21 tahun. Penghayatan adalah proses kejiwaan atau proses pendidikan. Dikatakan proses kejiwaan artinya dalam mengubah kepribadian yang telah terbentuk menjadi kepribadian baru. Proses tersebut dalam ilmu jiwa dinamakan proses mengulang kembali pembentukan kepribadian (reconstruction of personality).
Proses kejiwaan yang demikian itu tidak mudah, harus dilakukan dengan usaha dan secara sadar. Di antaranya dengan pemahaman bahwa unsur-unsur baru itu ternyata dan terbukti baik serta diperlukan oleh yang bersangkutan. Perlu pula diketahui bahwa kepribadian yang telah terbentuk itu tercakup di dalamnya semua pengalaman akhir masa remaja kira-kira pada usia 20 tahun. Semua pengalaman tersebut ada yang hilang atau terlupa. Oleh karena itu, unsur-unsur baru yang akan dimasukkan ke dalam pribadi yang telah terbentuk harus cukup banyak agar dapat menetralisir yang sudah ada, sehingga berubah menjadi kepribadian bentuk baru. Pengalaman yang berkaitan dengan unsur baru itu harus banyak pula, agar perubahan tersebut mantap dan dapat mengubah tindakan yang terjadi akibat perubahan pribadi tersebut.
Dalam rangka penghayatan moralitas yang sudah dipahami memerlukan adanya pengalaman-penagalaman lewat penerapan dalam berbagai keadaan dan kesempatan. Pengalaman itu akan membawa kepuasan dan kegembiraan yang berhasil dicapai dalam pergaulan dari reaksi orang yang berhubungan dengannya. Semakin banyak pengalaman yang menyenangkan tersebut dan semakin diterimanya unsur baru (moralitas) tersebut, maka semakin banyak pula dorongan untuk meningkatkan pengalaman yang telah berhasil itu. Di samping itu juga akan muncul dorongan untuk mengamalkan dan menerapkan berbagai macam moralitas lainnya. Akhirnya terjadilah penyatuan (internalisasi) moralitas ke dalam pribadi yang tidak dapat dipisahkan lagi.
Moralitas tersebut perlu penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan moralitas yang tinggi bagi pndidik amat penting sebab penampilan, perkataan, akhlak, dan segala apa yang terdapat padanya dilihat, didengar, dan diketahui oleh peserta didik. Hal ini semua akan mereka serap dan tiru, dan lebih jauh akan mempengaruhi pembentukan dan pembinaan akhlak mereka. Oleh karena itu, seyogyanya setiap pendidik menyadari bahwa peranan dan pengaruhnya terhadap anak didik amat penting. Jika pengaruh yang terjadi adalah yang tidak baik, maka kerusakan yang terjadi tidak hanya pada anak itu saja, melainkan mempengaruhi anak cucu dan keturunannya serta anak didiknya bila kelak ia menjadi pendidik.
Setelah pemahaman dan penghayatan akhlak mulia, maka selanjutnya perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan perubahan kepribadian dan masuknya moralitas ke dalam konstruksi kepribadian tidak akan terjadi secara langsung pada perilaku dan sikap. Apabila seseorang telah memiliki kebiasaan tertentu dalam menghadapi sesuatu, maka perilaku atau tindakan yang telah menjadi kebiasaan itu segera terjadi ketika seseorang menghadapi hal yang sama. Semua proses ini yang paling strategis adalah memalui pendidikan, dalam konteks Indonesia adalah pendidikan nasional dan pendidikan Islam.
Pada dasarnya kebiasaan itu memudahkan orang hidup. Perkataan, perbuatan, gerakan, tangkah laku yang telah menjadi kebiasaan seringkali terjadi tanpa pikiran, seolah-olah semua itu terjadi secara otomatis. Karena itulah, maka moralitas yang belum menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari perlu diingat dan diusahakan penerapannya setiap saat agar menjadi kebiasaan. Menghentikan kebiasaan lama dan menggantinya dengan kebiasaan baru memerlukan pengorbanan dan usaha karena menumbuhkan kebiasaan baru itu membutuhkan pemikiran, kesadaran, dan kesengajaan. Di lain pihak kebiasaan lama sering terjadi tanpa proses pengolahan dalam pikiran dan mudah menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, kemampuan menerapkan moralitas perlu dibina dan diusahakan dengan sungguh-sungguh.
Demikian pula halnya dengan berbagai kelakuan yang bertentangan dengan moralitas baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun berbangsa. Untuk membantu menghentikannya dalam Islam secara tegas ada hukum dan ketentuan yang melarang perbuatan yang tercela (madzmumah) dengan hukum haram. Orang tidak dengan sendirinya berhenti dari perbuatan salah atau dosa yang telah terbiasa dilakukannya setelah memahami dan menghayati bahwa perbuatan tersebut dilarang Allah dan diancam dengan siksaan bagi yang melakukannya. Dia perlu berusaha menghentikannya dengan perjuangan melawan kebiasaan buruk itu dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan tersebut serta berdoa kepada Allah agar diberi-Nya kekuatan untuk melawan dorongan yang buruk tersebut.
Upaya penerapan moralitas dalam kehidupan sehari-hari seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan nasional dan pendidikan Islam baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam keluarga metode yang dapat digunakan adalah peneladanan, sebab segala aktivitas orang tua akan menjadi panutan bagi putera-puterinya. Ketika di sekolah, guru di samping menyampaikan pelajaran dengan metode ceramah atau tanya jawab, juga perlu memberikan teladan yang baik. Sedangkan di dalam masyarakat pendidikan akhlak ini dapat dilakukan dengan metode nasehat dan peneladanan, terutama dari para tokoh dan pemimpin masyarakat.
Pendidikan moral dan akhlak menduduki posisi yang sangat penting dalam percaturan pendidikan di Indonesia, bahkan bukan hanya dalam aspek pendidikan saja, melainkan juga bidan g kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan ideologi. Arti penting dari pendidikan moral atau akhlak dapat dilihat dari hasil pendidiikanm yang sampai saat ini berlkansgung. Banyka pemimpion negara yang lupa akan penderitaan takyat, hanya memewntingkan diri dan kelompoknya, menindas kaum melarat dan kalah serta tunduk kepada pemilik modal besar (konglomerat., Bangsa Indeonsai akan terus mengalami kemerosotan ekonomi, politik, dan budaya, ketika pendidikan moral dan akhlak sudah dijadikan sebagai landasan awal pendidikan nasional. Namun, semua ini tergantung pada political will para pemimpin negeri ini (Presiden dan DPR atau ekskutif dan legislatrif))
D)Pendidikan Terpadu
Pendidikan di Indonesia dari dulu sampai saat ini masih terkesan atau jelas-jelas berjalan secara parsial dan terpisah-pisah tanpa adanya kordinasi yang jelas dari pemerintah. Parsialisasi ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang berlindung atau didirikan oleh beberapa departemen, misalnya Departemen Pertahanan memiliki Akabri, Akpol dan sebagainya; Departemen Agama memiliki lembaga pendidikan agama, Departemen Keuangan memiliki lembaga pendidikan STAN, Departemen Dalam Negeri memiliki lembaga pendidikan APMD dan sebagainya. Dasar pemikiran pendirian tersebut di satu sisi adalah untuk pemberdayaan sumber daya manusia masing-masing departemen, namun ada analisis lain yaitu sebagai lahan untuk mendapat anggaran lebih besar. Karena lembaga-lembaga pendidikan di masing-masing departemen merupakan sumber proposal proyek yang sangat strategis.
Implikasi dari parsialisasi dan terkesan miskordinasi sistem pendidikan nasional tersebut menyebabkan munculnya bibit-bibit egoisme masing-masing departemen. Kordinasi yang seharusnya menjadi salah satu strategi yang sangat penting menjadi terpental dengan parsialisasi tersebut. Oleh karena itu, barangkali layak dikemukakan di sini dilontarkan adanya ide Pendidikan Nasional Terpadu. Modus operandinya adalah dihilangkannya masing-masing lembaga pendidikan di departemen yang berbeda kemudian dijadikan menjadi satu payung. Namun sebelumnya harus dilakukan kesepakatan bersama secara mantap bahwa payung tersebut harus tetap mengakomodasi kepentingan dan aspirasi masing-masing departemen. Konsep pendidikan yang demikian mungkin bisa disebut pendidikan terpadu.
Lontaran ide tentang pendidikan nasional terpadu ini didasarkan pada beberapa pemikiran pendidikan nasional selama ini tidak pernah bersahabat dengan dunia industri. Dunia industri seakan-akan berada di luar dunia pendidikan nasional. Padahal dunia industri dan pendidikan adalah dua pihak yang saling membutuhkan. Industri di sini mencakup seluruh jenis industri misalnya industri pertanian, industri kehutanan, industri kesehatan, industri olah raga, industri pendidikan, industri kelautan, industri komunikasi, industri transportasi, industri informasi, industri militer dan intelijen, industri budaya, industri arsitektur, industri keuangan, industri entertainment, industri hukum, industri media massa dan sebagainya. Simbiosis mutalisme di atas merupakan satu-satunya sarana yang paling strategis bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Dengan adanya simbiosis mutualisme inilah yang kemudian memunculkkan konsep pendidikan nasional terpadu. Artinya segala kebutuhan kehidupan manusia Indonesia diupayakan dipenuhi dengan membuat penelitian yang kemudian memproduksinya. Semua ini dilakukan oleh putera-puteri Indonesia betapapun buruknya kualitas bila hal itu adalah produk dalam negeri harus dihormati dan harus dikembangkan oleh pendidikan yang ada dengan penelitian yang intensif. Atau dengan kata lain bahwa hasil penelitian yang dilakukan dan ditemukan oleh ilmuwan Indonesia harus direspons dan didukung sepenuhnya oleh dunia industri. Bukan hanya menerima jadi dari luar negeri, karena betatapun bagusnya produk luar negeri lambat laun akan menyengsarakan dan memiskinkan masyarakat Indonesia sendiri.
b)Pendidikan nasional selama ini tidak memiliki visi yang jelas tentang pemberdayaan manusia Indonesia sendiri. Memang hal ini tergantrung pada sistem politik dan kebijakan pendidikan pemerintah, selama pemerintah lebih menitikberatkan pada pemanfaatan dan pengagung-agungan produki impor maka produksi dalam negeri akan terus mengalami kemerosotan atau bahkan mati sama sekali. Politkk ekonomi pemerintah selama ini tidak sejalan dengan politik pendidikannya, politkk pendidikannya juga tidak sesuai dengan politik budayanya, demkkian juga politik budayanya tidak sesuai dengan politik ideologinya. Atau dengan kata lain antara politik yang satu dengan politik yang laan tidak ada yang sejalan, seirama, dan senafas. Misalnya dari segi ideologi, nasionalisme adalah ideologi yang paling dominan, namun ketika berada dalam politik ekonomi dan politik militer berbeda karena lebih mementingkan kepentingan luar negerei dalam arti menggunakan teori-teoiri Barat dan persenjataan impor. Ini jelas menunjukkan tidak adanya keselarasan dan kesesusaian antara politik ideololgi dan poliitk ekonomi maupun militer. Demikian juga yang terjadi dengan politik pendidikan dan poltiki lainnya tidak ada yang selaras. Untuk menyelaraskan perlu kiranya digagas politik pendidikan nasional terpadu yang mencakup dan sejalan dengan politik ideologi, politik pemerintahan, politik budaya, politik ekonomi, politik hukum, dan politik-politik lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas visi pendidikan nasioanl terpadu sebagai upaya untuk keluar dari keterpurtukan multidimensionala bangsa Indonesia ini.
c)Pendidikan nasional pada dasarnya adalah otak dari sebuah badan besar yakni negara Indonesia. Jika otak tersebut dipisah-pisah baik energi, potensi maupun kekuatannya, maka kinerja otak tersebut tidak akan bisa maksimal. Demikian juga dengan pendidikan nasional bila kekuatan, energi, dan potensinya dipisah-pisahkan ke masing-masing departemen, maka performance-nya juga tidak akan bisa mencapai maksimal. Sebagai kekuatan utama dalam pendidikan nasional, maka pendidikan nasional terpadu ini mencakup seluruh disiplin keilmuan yang berkembang saat ini. Kinerjanya dapat ditentukan dengan target jangk apendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun semua itu tidak boleh melupakan aspek moralitas yang menjadi kendali utama sistem pendidikan nasional terpadu ini. Sebab tanp adanya kendali moralitas yang tinggi, maka pemusatan kekuatan, potensi dan energi akan menjadi sasarn empuk bagi para "tikus-tikus intelektual" yang tidak mengenal tempat dan waktu itu. Dengan demikian, pemanfaatan departemen pendidikan sebagai muara satu-satunya seluruh proses pendidikan nasional menjadi mudah dimonitor. Tentunya semua ini didasarkan pada legislasi dan hukum yang jelasa dan mantap tidak interpretable dan multi tafsir.
d)Pendidikan nasional terpadu merupakan ejawantah dari kepercayaan manusia Indonesia kepada para pengelola pendidikan. Kepercayaan tersebut merupkan modal yang sangat luar biasa ampuhnya bagi pencurahan perhatian kemajuan dan peningkatan kualitas pendidikan nasional. Kepercayaan yang saat ini menguap dari masing-masing pihak merupakan akibat secara tidak langsung dari terpecahnya konsentrasi pengelola pendidikan nasional. Di satu sisi departemen ini mengurusi dan bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan nasional, namun di sisi lain tidak mampu mengakses dan memberikan regulasi yang tegas terhadap lembaga yang ada di bawah naungannya. Kepercayaan tersebut bisa dimunculkan kembali jika pemerintah memilki political will yang kuat dan konsisten terhadap kualitas pendidikan nasional, karena pada dasarnya pemerintah Indonesia hanya ada satu dan berada di bawah kekuasaan satu presiden dan satu wakil presiden dengan bekerja sama dengan DPR. Apalagi menghadapi sistem pemerintahan Indonesai hasil pemilihan umum 2004 ini yang lebih menganut sistem presidensil, maka peemrintah mnemiliki kekuasaan yang luar biasa dalam menentukan hitam putih, merah biru, hijau kuningnya pendidikan nasional.
e)Pendidikan terpadu merupakan jawaban intelektual dari persoalan pendidikan yang semakin lama semakin tidak jelas visi dan arahnya. Dengan konsep pendidikan nasional terpadu visi pendidikan nasional adalah jelas pemberdayaan manusia Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan, seluruh sector kehidupan, seluruh disiplin keilmuan, seluruh lapisan masyarakat, seluruh strata sosial, seluruh kerangka ajaran agama, seluruh etnis bangsa, seluruh budaya bangsa, seluruh tradisi local masyarakat, dan seluruh harapana manusia Indonesia. Pendidikan nasional terpadu artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mengembangkan minat, bakat, potensi, kreativitas, dan keterampilannya yang kemudian didukung sepenuhnya dan diakui sepenuhnya oleh dunia industri serta pemerintah dengan aturan hukum yang jelas dan tegas. Pemberdayaan lewat pendidikan tentunya perlu dilakukan perombakan sistem pendidikan secara menyeluruh dimana tindakan-tindakan dan praktik-praktik penyelewengan sebagaiman dikemukakan di sub sebelumnya telah terbabat habis dalam proses pendidikan nasional. Kualitas alumni bukan hanya dinilai dari keberhasilan menduduki jabatan akan tetapi dinilai sejauh mana alumni tersebut telah memberikan sumbangan bagi pemberdayaan masyarakat. Inilah yang barangkali menjadi idaman manusia Indonesia seutuhnya dan para funding father negara Indonesia.
Praktik pendidikan nasional terpadu dapat digambarkan secara berikut:
a)Adanya penyatuan payung pendidikan nasioanl dalam satu departemen. Departemen ini benar-benar bertanggung jawab secara nasional baik dalam hal kualitas, standar minimal lulusan, dan standar kesuksesan seorang alumni. Sebagai payung pendidikan secara nasional berarti dia memiliki kewenangan dalam menentukan berbagai komponen pendidikan. Departemen ini memiliki jaringan yang sangat kuat dengan berbagai departemen. Jaringan tersebut didasarkan pada hubungan saling mengisi dan bertanggung jawab. Artinya bahwa departemen pendidikan nasional terpadu ini harus memiliki ikatan structural, fungsional, emosional, dan intelektyal dengan departemen lain. Misalnya dengan Departemen Pertahanan, maka departemen pendidikan nasional terpadu ini bekerja sama secara intensif dalam hal penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengembangan teknologi persenjataan militer. Kerja sama bentuk ini dimaksudkan untuk mnegurangi ketergantungan tekonologi militer kepada lura negeri. Penelitian yang intensif dengan dukungan dana yang cukup serta langsung dipraktikkan dalam departemen yang bersangkutan merupakan bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dan memberdayakan. Departemen pendidikan nasioanl yang terpadu dalam penelitian persenjataan tersebut bukan hanya berkiatan dengan persenjataan dengan teknologi tingkat menengah, akan tetaoi jga teknologi tingkat tinggi yang tentunya memerlukan para ahli militer, arsitektur, nuklir, fisika, elektro dan keahlian lain yang mendukung pengembangan persenjataan canggih. Demikian juga kerja sama dengan departemen lain misalnya departemen pertanian, keuangan, kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, departemen pendidikan nasional terpadu ini bukan berarti berada di atas departemen lainnya, akan tetapi merupakan satu-satunya departemen yang memiliki otoritas di bidang pendidikan, penelitian, dan pengembangan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat Indonesia seluruhnya.
b)Pendidikan nasional terpadu secara politik merupakan strategi nasional pemrintah yang sedang berkuasa dalam rangka meningkatkan kualitas manusia Indonesia untuk melepaskan diri dari ketergantungan dalam bentuk apapun dari negara lain. Berdiri di atas kekuatan, kemampuan, kekayaan, sumber daya alam, dan keterampilan sendiri adalah visi politik pendidikan nasional terpadu. Dengan visi ini dimungkinkan adanya kebanggaan bagi para pengelola pendidikan karena benar-benar diperhatikanb oleh dunia industri lainnya. Politik pembangunan infrastruktur, suprastruktur, dan superstruktur harus memberdayakan seluurh lapisan masyarakat baik secara sosial, politik, ekonomi, budaya, maupun ideologi melalui pendidikan. Dengan menjadikan pendidikan nasional terpadu sebagai strategi nasional pemerintah, maka sebagai konsekuensi logis, konsekuensi, administrative, konsekuensi responsibiltas, dan konsekuensi politik pemerintah harus menyediakan dana naggrana sesuai dengan tuntutan konstitusi hadil amandemen yang mengamanatkan 25 persen dari total APBN. Komitmen pengucuran dana sedemikian besar tentunya dibarengi dengan ketatnya nilai moralitas bangsa sedemikian rupa sehingga para poengelola tidak lupa diri dengan bergelimangnya dana anggaran poendidikan nasioanl terpadu. Hal ini harus mulai dirintis dari proses pendidikan tingkat dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Moralitas bangsa adalah satu-satunya tolok ukur keberhassilan peningkatan kualitas pendidikan nasional terpadu. Karena dengan moralitas tinggi, maka kemungkinan bocornya anggaran dana akan dapat diminimalisir. Harapan ini bukan merupakan ilusi dan obsesi intelektual dan bersifat teoritik belaka, akan tetapi bila semua pihak memiliki komitmen bahwa siapa yang salah harus dipecat dan siapa yang jujur harus terus didukung, maka moralitas bangsa akan menjadi baik dan itu harus dimulai dari sekarang dan melalui jalur politik pendidikan nasional terpadu.
c)Politik pendidikan dalam rangka pemberdayaan seluruh masyarakat Indonesia dan penanaman moralitas merupakan sasaran dan tujuan utama pendidikan nasional terpadu. Moralitas bangsa merupakan landasan spiritual yang tidak mampu dibangun dalam waktu singkat. Penanaman moralitas bangsa harus dipupuk dan tidak pernah lengah sebentarpun dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pelakasanaan proses pendidikan dari sejak tingkat dasar, menengah sampai perguruan tinggi harus senantiasa dikawal moralitas peserta didik. Peserta didik yang secara moral tidak lolos dan memiliki standar moral rendah tidak berhak mengenyam pendidikan lebih tinggi. Karena semua itu akan sangat merugikan masyarakat lainnya. Di saat yang sama pemberdayaan seluruh potensi, minat, bakat, kreativitas, dan keterampilan baik di bidang teknologi, budaya, tradisi, seni, intelektual, sastra dan sebagaianya haru smendapatkan prioritas utama dalam pendidikan. Sebagaimana diungkap dio atas semua itu mendapat duiklunganh penuh dari politik pemerintah yang sedang berkuasa dan dunia industri yang terkait. Pemerintah terus mengawal kerja sama dan jaringan kerja antara lembaga pendidikan dengan dunia industri sebagai langkah untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap negara lain. Sebagaimana juga diungkap di atas industri di sini mencakup industri dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat dan bangsa.

METODE MENGAJAR PENDIDIKAN ISLAM
Kata metode secara estimologis merupakan arti dari bahasa yunani, yang merupakan gabungan dari kata meta yang bisa diartikan sebagai “melalui” dan kata hodos yang bisa diartikan sebagai “jalan yang dilalui” dalam setiap konsep yang dikemas dalam semua pendidikan, metode pendidikan adalah alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebenarnya dalam kamus besar bahasa Indonesia metode diartikan sebagai “cara yang teratur dan terpikir baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya atau jiga dapat diartikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk mudah dalam pelaksanaan suatu kegiatan gunamencapai suatu tujuan yang ditentukan” Metode dalam mengajar yang di ungkapkan oleh Roestiyah N.K adalah sebagai teknik penyajian yang dikuasasi guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa didalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode mengajar pendidikan Agama Islam adalah cara sistematis dan terencana yang digunakan untuk melakukan suatu pengajaran dalam pendidikan Agama Islam untuk dapat mencapai hasil yang maksimal dari tujuan yang telah ditentukan. Metode pendidikan Agama Islam sebenarnya bertujuan untuk menjadikan proses dan hasil belajar mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran anak didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Agama Islam melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar anak didik secara mantap disamping bermanfaat untuk mengantarkan tercapainya tujuan pendidikan yang di cita-citakan. Metode pendidikan dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka metode ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu fungsi bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis berfunsi apabila metode tersebut mengandung kegunaan yang serba ganda(multipurpose), misalnya suatu mode tertentu pada suatu situasi dan kondisi tertentu dapat digunakan untuk merusak, da pada kondisi yang lain dapat dipergunakan untuk membangun dan memperbaiki.
Kegunaannya dapat bergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sedangkan fungsi manopragmatis terjadi bilamana metode mengandung suatu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaan metode mengandung implikasi bersifat konsisiten, sistematis, dan makna menurut kondisi sasarannya, mengingat sasaran metodenya adalah manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya. Ada banyak metode yang dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai sebutan, diataranya:
1. Maw`izhah (ceramah)
2. Kitabah (tulisan)
3. Hiwar (dialog)
4. Al-as`ilah wa al-ajwibah (Tanya jawab)
5. Al-niqashy (diskusi)
6. Al-mujadalah (debat)
7. Brain strorming
8. Al-qishash (bercerita)
9. Al-amstal (metafora)
10. Karya wisata
11. Al-qudwah (imitasi)
12. Uswatun hasanah
13. Al-tathbiq (demontrasi dan dramatisasi)
14. Game and simulation (permainan dan simulasi)
15. Al-mumarasat al-amal (drill)
16. Inquiry
17. Discovery
18. Micro teaching
19. Modul belajar
20. Independent study (belajar mandiri)
21. Eksprimen
22. Kerja lapangan
23. Case study
24. Targhib wa tarhib (janji dan ancaman)
25. Al-tsawab wa al-`iqab (anugrah dan hukuman)
26. Musabaqah (kompetisi)



Bab III
Strategi Memilih Metode Intruksional
Dalam proses belajar mengajar guru dihadapkan untuk memilih metode-metode dari sekian banyak yang telah ditemui oleh para ahli sebelum ia menyampaikan materi pengajaran untuk mencapai tujuan instruksional. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan oleh pengajar dalam memilih metode pengajaran secara cepat dan akurat , pertimbangan tersebut mesti berdasarkan pada penetapan:
1. Tujuan instruksional
Penetapan tujuan instruktisional merupakan syarat mutlak bagi gurudalam memilih metode yang akan digunakan di dalam penyajian materi pengajaran.tujuan instruksional merupakan sasaran yang heendak dicapai padaahkir pegajaran serta kemampuan yang harus dimiliki siswa. Sasaran tersebut dapat terwudu dengan metode-metode pembelajran.
2. Pengetahuan awal siswa
Padaa awal atau sebelum guru masuk ke kelas member materi pengajaran kepada siswa ada tugas guru yang tidak boleh dilupakan adalah untuk mengetahua pengetahuan awal siswa . sewaktu member materi pengajaran kelak guru tidak kecewa dengan hasil yang dicapai siswa, untuk mendapat pengetahuan awal siswa guru dapat melakukan prates tertulis, Tanya jawab diawal pelajaran. Dengan mengetahui pengetahuan awal siswa, guru dapat menyusun strategi memilih metode intuksional yang tepat pada siswa-siswa.
3. Bidang studi atau pokok bahasan pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan skolah menengah program studi diatur dalam 3 kelompok. Pertama : program pendidikan umum, kedua : program pendidikaan akademik, ketiga ; progam pendidikan ketrampilan. Bidang studi tersebut seperti bidang studi pendidikan agama ppkn, penjaskes dan kesenian dikelompokan ke dalam program pendidikan umum . program pendidikan akademim meliputi bidang studi bahasa ,ilmu pengetahuan social, ilmu pengetahuan alam, matematika. Program pendidikan akademi bidang studi berkaitan dengan ketramoilan . maka metode yang akan kita gunakan lebih berorientasi pada masing-masing ranah(kongnitif, afektif dan psikomotorik)yang terdapat dalam pokok bahasan
4. Lokasi waktu dan sarana penunjang
Waktu yang tersedia dalam pemberian materi pelajaran1 jam pelajaran 45 menit. Maka metode yang digunakan telah dirancang sebelumnya termasuk didalamnya perakat penunjang pembelajaran, perangkat pembelajaran itu dapaata dipergunkan oleh guru secara berulang-ulang seperti ; trasparan, chard,video film dan sebagainya.
Metode pembeajaran disesuaikan dengan muatan materi , sepeerti bidang studi biologi , metode yang akan diterapkan adalah metode praktikum , dan memungkinkan mempergunakan metode diskusi , karena dari hasil pratikum siswa memerlukan diskusi kellompok untuuk memecah problem yang mereka hadapi.
5. Idealnya metode yang kita terapkan didalam kelas melalui pertimbangan jumlah siswa yang hadir , memang ada ratio guru dan siswa agar proses belajar mengajar efektif, ukuran kelas menentukan keberhasian terutama pengelolaan kelasenyampaian materi.
Di Negara maju seperti inggris 48%universitas menerapkan ukuran kelas dengan jumlah mahasiswa 20 orang, pada sekolah dasar umumnya mereka menerima siswa maksimal 40 orang dan ssekolah lanjutan maksimal 30 orang. Kebanyakan para ahli pendidikan berpendapat idealnya satu kelas pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan 24 orang.
Ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang banyak metode ceramah yang lebih evektif akan tetapi yang perlu kita ingan metode ceramah memiliki banyak kelemahan disbanding metode lainya, terutam dalam pengukuran keberhasilan siswa.disamping metode cramah guru dapat melasanakan Tanya jawab dan diskusi.kelas yang kecil dapat diterapkan metode tutoliar karena pemberian umpan balik dapat dilakukan , dan perhatian terhadap kebutuhan individual lebih dapat dipenuhi
6. Pengalaman dan kewibawaan
Guru yang baik adalah guru yang berpengalaman paribahsa mengatakan pengalan adalah guru yang baik hal ini di akui di lembaga pendidikan criteria guru berpeengalam ia telah mangajar selama lebih kurang 10 th. Maka sekarang bagi calon kepala sekolah boleh mengajukan permohonan menjadi kepala sekolah bila telah mengajar minimal 5 tahun dengan demikian guru harus memahami seluk beluk persekolahan, strata pendidikan bukan menjadi jaminan utama dalam keberhasilan mengajar akan tetapi pengalman yang menentukan umpmanya guru peka dengan masalah , memecah masalah, memilih metode yang tepat merumus tujuan instruksional memotifasi siswa memilih metode yang tepat. Mengolah siswa mendadap umpan balik dalam proses belajar-mengajar jabatan guru membutuhkan pengalaman yang panjang sehingga kelak menjadi professional, akan tetapi professional guru belum terakui seperti professional lainya terutama dalam upaya (payment), pengakuan (recomize). Sementara guru diminta memiliki pengetahuan (knowledge espycelly and skill),pelayanan (servise)tangung jawab (serponsibility), dan persatuan (unity). Gled langfrod(1978).
Satu kewibawaan yang dimiliki guru terbagi dua , pertama kewibawaan kasih saying seperti yang dimiliki ayah dan ibu iya menyayangi anaknya tanpa pilih kasih. Dan berharap anak-anaknya tumbuh dan berkembang bagi agama, masyarakat, nusa daan bangsa. Kedua kewibawaan jabatan ia dapat memerintah, mengajurkan, menasehati siswa yang berguna bagi menejen pembelajaran



B. Metode-Metode Isntruksional
Sebagaimana yang telah diuaraikan bahwa metode instruksional merupakan cara melakukan atau penyajian menguraikan, member contoh dan member latihan isi pelajaran kepada siswa untuk menyapai tujuan tertentu. Berikut ini akan diutaraj berbagai metode intruksional yang memungkinkan didalam kelas masing-masing metode memiliki ke unggulan dan kelemahan , pada sub bab ini akan membicarakan keunggulan dan keterbatasan masing-masing metote itu .
1. Metode ceramah
metode ini lebih banyak digunakan dikalangan dosen karena dossen memberikan kuliah mimbar dan disampaikan dengan ceramah dengan pertimbangn dosen berhadapat berhadapan dengan banyak mahasiswa yang mengikuti perkuliahan. Metode ceramah ini terbentuk penjelasan konsep prinsip dan fakta pad ahkir perkuliahan ditutup dengan tnya jawab antara dosen dan mahasiswa namun demikian pada sekolah tingkat lanjutan metode ceramah dapat dipergunakan oleh guru dan metode ini dapat difariasi dengan metode lain.
Keterbatasan metode ceramah sebagai berikut
a. Keberhasilan siswa tidak terukur
b. Perhatian dan motivasi siswa sulit di ukur
c. Peran serta siswa dalm pembelajar siswa rendah
d. Materi kurang terfokus
e. Pembicaraan sering melantur




2. Metode demonstrasi dan eksperiment
Pengunaan metode demontsrtasi dapat di terapkan dengan syarat memiliki keahlian untuk mendemostrasikan penggunaan alat atau melaksanakn kegiatan tertentu seperti kegiatan yang sesungguhnya . keahlian mendemostrasikan tersebut harus dimiliki oleh guru ata pelatih yang ditunjukan setelah didemosttrasikan siswa diberi kesempatan melakukan ketrampilan seperti yang telah dipergakan oleh guru.
Metode demostrasi ini sangat efektif menolong siswa mencari jawaban atas pernyataan seperti: bagaimana prosesnya? terdiri dari unsur apa? cara mana yang paling baikbagaimana dapat diketahui kebenarannya? Melalui pengamatan induktif.metode demontrasi dapat dilaksakan;
a. Manakalah kegiatan pembelajaran bersifat formal, magang, atau latihan kerja,
b. Bila materi pelajaran berbentuk ketrampilan gerak petunjuk sederhana untuk melakukan ketrampilan dengan menggunakan bahasa asing, dan prosedur melaksanakan kegiatan
c. Manakalah guru pelatih , instruktur bermaksud menyederkan penyelasian kegiatan yang panjang , baik yang menyagkut pelaksanaan suatu prosedur melaksanaka suatu kegiatan yang panjang baik yang menyangkut pelaksanaan prosedur maupun dasar teorinya
d. Pengajar bermaksud munujukan suatu standart penampilan.
e. Untuk menumbuh motivasi siswa tentng latihan atau praktik yang kita laksanakan
f. Untuk dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila di bandingkan dengan kegiatan hanya mendengar ceramah atau membaca didalam buku karena soiswa memperoleh gambaran yang jelas dari hasil pengamatan

g. Bila beberapa masalah yang menimbulkan pertnyaan pada siswa dapat di jawab lwbih teliti waktu proses demontrasi atau eksperimen
h. Bila siswa turut aktif bereksperiment maka memperoleh penglaman praktik untuk mengembangkan kecakapan dan memperoleh pengkuan dan pengharapkan dari lingkungan social .
Batas-batas demonstrasi sebagai berikut:
a. Demontrasi akan merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati seksama oleh siswa
b. Demostrasi menjadi kurang evektif bila tidak diikuti sebuah aktifitas dimana para siswa sendiri dapat ikut bereksperiment dan menjadikan aktifitas itu pengalaman pribadi
c. Tidak semua hal dapat didemostrasikan didalam kelompok
d. Kadang-kadang bila suatu alat di bawah kedalam kelas kemudian didemostrasikan terjadi prose yang berlainan dengan broses situasi nyata
e. Manakalah setiap orang diminta mendemonstrasikan dapat menyita waktu yang bannyak dan membosankan bagi peserta yang lain
3. Metode tanya jawab
Metode Tanya jawab dapat dinilai sebagai metode yang tepat apabila pelaksnaanya ditunjukan untuk :
a. Meninjau ulang pelajaran
b. Menyelingi pembicaraan agar tetap mendapatkat perhatian siswa
c. Mengarahkan pengamatan dan pemikiran mereka.
Metode Tanya jawab tidak wajar digunakan untuk :
a. Menilai kemajuan peserta didik
b. Mencari jawaban dari siswa
c. Member giliran pada siswa tertentu

Kebaikan metode Tanya jawab adalah
a. Tanya jawab dapat memperoleh sambutan yang lebih aktif bila dibandingkan dengan metode ceramah yang bersifat menolong
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumukakan pendapat
c. Mengetahui perbedaan –perbadaan pendap yang ada , yang dapat dibawa suatu diskusi
Diantara kelemahanya adalah bahwa Tanya jawab bias menimbulkan penyimpangan dari pokok tersebutr lebih-lebih jika kelompok siswa membri jawaban atau mengajukan pertanyaan yang dapat menimbulkan masalah baru dan menyimpang dari pokok persoalan .
4. Metode penampilan
Metode penampilan adalah berbentuk pelaksnakan praktik oleh sisiwa di bawah bimbingan dari dekat oleh pengajar paraktik tersebut dilaksanak atas dasar penjelasan atau demonstrasi yang diteriama atau di amati siswa.
Metode ini dipergunakan pengajar harus:
a. Memberikan penjelasan yang cukup terhadap siswa selama siswa berpraktik
b. Melakukan dtindakan pengamanan sebelum kegiatan prakit di mulai untuk keselamatan siswa yang digunakan
Metode penampilan ini tepat diguanakan manakalah;
a. Pelajaran telajh mencapi tingkat lanjutan
b. Kegiatan pembelajaran bersifat formal , latihan kerja, atau magang dipelajarinya situasi sesungguhnya
c. Siswa mendapat kemungkin untuk menerapkan apa yang dipelajarinya kedalam situasi sesungguhnya
d. Kondisi praktik sama gengan kondisi kerja
e. Dapat disediakan bimbingan kepada siswa terhada siswa secara dekat secara praktik
f. Kegiatan ini menjadi remedial bagi siswa
Keterbatasn pengunaan metode panampilan adalah
a. Membutuhkan waktu panjang karena siswa harus nedapatkajan kesempatan berpraktik sampai baik,
b. Membutuhkan fasilitas khusus yang mungkin mahala, sulit diperoleh dan dipelihara secara terus menerus
c. Membutuhkan pengajar yang lebih banyak karena setiap pengjar hanya dapat membantu sejumlah kecil siswa.
5. metode diskusi
metode diskusi merupkan interaksi antara siswa dan siswa aatau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan maslah, dngan mengali atau memperdebatkan topic atau pemaslahan tertentu.
Metode diskusi ini diganuakan guru, pelatih dan instruktur bela;
a. Menyediakan bahan , topic atau masalah yang akan didiskusikan
b. Menyebutjan pokok maslah yang akan dibahas atau memberikan studi khusus pada siswa sebelum menyelenggarakn diskusi
c. Menugaskan siswa untuk menjelaskan siswa , analisis, dan meringkas
d. Membimbing diskusi , tidak member ceramah
e. Sabar terhadap kelompok yang lamban dalam mendiskusikanya
f. Waspada terhadap kelompok yang tanpak kebinggunan yang berjlan dengan tidak menentu
g. Melatih siswa dalam menghargai pendapat orang lain
Metode diskusi ini telah tepat digunakaan bila;
a. Siswa berada ditahap menengah atau tahap ahkir proses belajar
b. Pelajaran formal atau magang
c. Perluasan pengetahuan yang telah dikuasai siswa
d. Belajar mengedidentifikasi dan memecahkan masalah serta mengambil keputusan
e. Membiasahkan siswa berhadapan berbagai pendekatan interprentasi , dan kepribadian
f. Menghadapi masalah secara berkelompok
g. Membiasahakan untuk beragumentasi dan berfikir rasional

Metode diskusi memiliki keterbatasan sebagai berikut
a. menyita waktu lama dan jumlah siswa harus sedikit
b. mempersyaratkat siswa memiliki latar belakang yang cukup tentang topic atau masalah yang didiskusikan
c. metode ini tidak tepat digunakan pada tahap awal prose belajar bila siswa baru diperkenalakan kepada bahan pembelajaran baru
d. apatis bagi sisww yang tidak berbicara dalam forum.
6. Metode studi mandiri
Metode studi mandiri berbentuk pelaksnaan tugas membaca atau penelitian oleh siswa tanpa bimbingan atau pengajaran khusus . metode ni dilakukan dengan cara ;
a. Memberikan daftar bacaan kepada siswa yang sesuai dengan kebutuhanya
b. Menjelaskan yang diharapkan dicapai oleh siswa pada ahkir kegiatan studi mandiri
c. Mempersiapkan tes untuk menilai keberhasilan siswa
Metode ini tepat dilakukan manakalah
a. Pada tahap ahkir proses belajar
b. dapat digunakan pada semua mata pelajaran
c. menunjang metode pembelajaran yang lain
d. meningkatkan kemampuan kerja siswa
e. mempersiapkan siswa untuk kenaikan tingkat atau jabatan
f. member kesempatan pada siswa untuk memperdalam minatnya tanpa dicampuri siswa lain
metode studi mandiri ini dapat digunakan manakalah siswa mampu menentukan sendiri tujuanya dan dapat memperoleh sumber-sumber yang diperlukan untuk mecapai tujuan tersebut.
7. Metode pembelajaran terprogram
Metode pembelajaran terprogram mengunakan bahan pengajaran yang disiapkansecara khusus . isi pengajaran di dalamnya harus depecahkan menjadi langkah-langkah kecil, diurut dengan cermat, diarahkan untuk mengurangi kesalahan dan diikiti dengan umpan balik segera . siswa mendapat kebebasan untuk belajar menurut kecepatan masing-masing.
Metode ini tatkala dipergunakan perlu memperhatikan:
a. Siswa harus benar-benar memiliki seluruh bahan, alat-alat dan perlengkapan lain yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelajaran tersebut
b. Siswa harus tahu bahwa bahan ltu bukan tes
c. Secara periodic siswa harus dicek kemampuanya untuk membuatnya benar-berna belajar
Metode ini tepat diterapkan bila:
a. Kurang mendapat interaksi social
b. Semua tahap belajar , dari permulaan sampai dengan proses ahkir belajar siswa,
c. Mengatasi kesulitan perbedaan individu
d. Mempermudah siswa belajar dalam waktu yang diiginkan.
Metode ini memiliki ketrbatasan sebagai berikut:
a. Bahan pelajaran yang telah dikumpulkan dengan baik membuat setipa siswa melalui urutan kegiatan belajar yang sama.hal ini membuat metode kuramg fleksibel,
b. Biaya pengembangan tinggi
c. Siswa kurang mendapatkan interaksi social.
8. Metode latihan bersama teman
Metode latihan bersama teman memanfaatkan siswa yang telah lulus atau berhasil untuk melatih untuk temanya dan ia bertindak sebagai pelatih, dan pembimbing seseorang siswa yang lain. Ia dapat menentukan metode pembelajaran yang disukainya untuk melatih temanya tersebut. Setelah teman berhasil atau lulus , kemudian ia bertindak sebagai pelatih bagi seorang teman yang lain.
Dalam melaksanak metode ini perlu diperhatikan hal-hal sebagi berikut:
a. Pertama sekali seseorang siswa memperhatikan seorang siswa yang telah mencapai tingkat lanjut dalam melaksanakan semua tugas di bawah bimbingan pelatih
b. Setelah mengenal tugas tersebut, siswa dilatih dalam keterampilan melakukanya
c. Setelah lulus tes, ia menjadi pelatih untuk siswa berikkutnya.
Metode ini dapat dilaksanakan bila
a. Semua tahap yang membutuhkan latihan satu persatu
b. Latihan kerja, latihan formal, latihan magang.
Metode ini memiliki kelemahan yaitu
a. Terbatasnya siswa yang dapat dilatih dalam satu periode tertentu
b. Kegianatan latiahan harus senantiasa di control secara lamgsung untuk memelihara kualitas.
9. Metode pemecahan masalah
Metode pemecahan masalah juga dikenal metode brainstorming, ia merupakan metode yang merangsang berfikir dan mengunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa, guru hanya melihat jalan pemikiran yang disampaikan ole
H siswa, pendapat siswa serta memotivasi siswa untuk mengeluarkan pendapatmereka , dan sekali-kali guru tidak boleh tidak menghargai pendebatan siswa, sekalipun pendapat siswa tersebut salah menurut guru.
Metode ini dapat dilaksanakan apabila siswa telah berada pada tingkat yang lebih tinggi dengsn prestasi yang tinggi pula , akan tetapi guru dapat menemui solusinya dari proses ynag kita lakukan . akan tetapi guru dapat menggambarkan bahwa yang diminta adalah buah fikiran dengan alasan-alasan rasional.


10. Metode studi kasus
Metrode studi kasus ini berbentuk penjelasantentang masalah , kejadian,atau situasi tertentu, kemudian siswa ditugasi mencari alternative pemecahannya. Kemudian metode ini dapat juga digunakan untuk mengembangkan berfikir kritis dan menemukan soluusi dari suatu topic yang dipecahkan.
Metode ini dapat dikembangkan pada siswa manakalah siswa pengetahuan awal tentang masalah ini.
11. Metode praktikum
Metode praktikum dapat dilakukan kepada siswa setelah guru memberikan aba-aba, petunjuk untuk melaksanakannya kegiatan ini berbebtuk praktik denagn mengunakan ala-alat tertentu yang telah diberikan kepadanya serta hasil dicapai mereka.
12. Metode seminar
Metode seminar merupakan kegiatan belajar sekelompok siswa untuk membahas topic , masalah tertentu. Setiap anggota kelompok siswa seminar dituntut agar berperan aktif dan kepda mereka dibebankan tanggung jawab untuk mendapatkan solusi dari topik, maslah yang dipecahkan . guru bertindak sebagai narasumber.
Seminar merupakan pembahasan yang bersifat ilmiah , topic pembicaraanya adalah hal-hal yang bertalian dengan dengan masalah kehidupan sehari-hari. Sebuah seminar adlah sebuah kegiatan pembahasan yang mencari pedoman-pedoman atau pemecahan-pemecahan masalah tertentu. Itulah sebabnya maka seminar selalu diahkiri dengan kesimpulsn-kesipulan dan keputusan-keputusan yang merupakan hasil kesepakatan semua peserta. Malahan tidak jarang seminar melahirkan rekomendasi dan resolusi.



BAB VII
Strategi Pengujian Berbasis Kompentensi
a. Pengertian
Menguji merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, yang dilakukan oleh seorang guru untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal, kecakapan siswa dan program pengajaran. Ujian ini dapat dilakukan awal pembelajaran untuk mengetahui sejauhmana tingkat pengetahuan awal siswa, dan ujiaan ahkir dari proses pembelajaran yaitu untuk mendapatkan gambarasn kecakapan , penyerapan dari suatu penyajian yang telah dilaksanakan pada akhir pelajaran
Ujian yang diberikan kepada siswa bukan hanya sekadar pelengkapan dari suatu proses pembelajaran , akan tetapi merupakan pengukuran dari suatu proses, yang harus dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran berlangsung, ujian yang di berikan ke pada siswa tidak terlepas dari kpengembangan kopetensi dasar yang dijabarkan dalam bentuk indikantor-indikitar.
Pada ahkir dari suatu ujian kita mengharapkan perubahan kecapkapan dalam tingakat pengetahuan , kemahiran dalam ketrampilan, serta perubahan dalam sikap sebagaimana yang dihararapkan dalam indicator .
Indicator di kembangkan dari kemampuan dasar sesuai materi pelajaran yang diterapakan mengunakan kata kerjja operasionlan khusus yang dapat melahirkan setiap indicator 3-5 butir . soal ujian terdapat hubungnan lagsung antara indicator dengan soal ujian. Beberapa ahli megajukan agar setelah isi bahan ajr dan rician tugas selesai ditulis guru diharpakan membuat soal ujian yang berhubungan dengan isi pelajaran tadi, agar soal-soal tidak melenceng dari indikator yang di buat




B. Pola Pengukuran Dalam Kompetensi
Evaluasi merupakan istilah yang umum dikenal dalam lembaga pendidikan maksudnyanya tidak lebih adalah merupkan alat untuk mengukur seberapa jauhnya kemamapuan atau kopetensi yang dimiliki oleh siswa-siswa. Pengukuran yang dikembangkan ini adaalah pengukuran yang baku, dan meliputi berbagai aspek yaitu :kongnitif, afektif dan psikomotor dalam kopetensi dengan megunakan indicator yang digunakan guru. Pengujian dalam berbasis kopetensi merupakan pola pengujian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam semua idikator dibuat soalanya kemudian hadilnys di analisis kemampuan dasar yang dimiliki masing-masing siswa atau yang belum memiliki kemampuan dasar, serta melihat kendala yang dihadapi masing-masing siswa
Pengukuran ini dapat dilakukan dalam bentuk ujian, lisan kuis, ulanagan harian , pekerjaan rumah, ulangan semester, ujan ahkir . penentuan teknik ujian ytnag digunakan berdasarkan kopetensi dasar yang ingin di nilai dan harus ditelaah oleh sejawat dalam bidang setudi yang sama.
Hasil ujian yang telah didapatkan, selanjutnya di analisis untuk menentukan tindakan perbaikan , berupa program remedial. Apabila nanti ditemui sebagaian besar siswa diatas 75 persen belum menguasai suatu kemampuan dasar, maka dilakukan lagi proses pembelajaran , sedangkan yang telah menguasai diberi tugas pengayaan untuk masing-masing mereka.





1. Jenis tagihan
Dalam mendapat pengukuran kopetensi dasar siswa-siswa yang didasarkan , kita perlu mendapat lat penjarinkan informasi berupa tagihan-tagihan. Tagihan-tagihan in kita ranvang sedemikian rupa dan bervariasi sehinngga merupakan system dalam pengujian kopetensi dasar siswa yang berkaitan dengan koknitif ataupun psikomotorik antara lain;
a. Pertanyaan lisan dikelas
b. Kuis
c. Ulangan harian
d. Tugas individu
e. Tugas kelompok
f. Ulangan semester
g. G ulanga kenaikan kelas
h. Laporan kerja praktik (laporan pratikum)
i. Respronsi (ujian praktik)
j. Ujian ahkir
Tagihan –tagiahan yang dilakukan dalam system pengujian berbasis
kemampuan dasar, meliputi tingkat berfikir yang berkaitan dengan pengatuan deklaratif dan pengetahuan prosedurral
Deklartif tentang konsep, fakta, prinsip, sefangkan prosesdurar meliputi proses strategi, aplikasi dan ketrampilan , dua bentuk soal bermacam-macam bentuk soal yang dicapai dalam pengujian berbasis kopetensi . bentuk soal yang dapat di gunakan adalah sebagai berikut adalah
a. Pilihan ganda
b. Ujian objektif
c. Ujian non objektif/uraian bebas
d. Jawaban singkat / isian singkat
e. Menjodohkan
f. Perrforman
g. Portofolio

C.Langkah-langkah penyusunan teks
Dalam penyususan tes terdapat beberapalangkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan hasil atau prestasi belajar, langkah-langkah tersebut adalah; (1) menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, ( 4) melakukan uji coba tes, (5) menganalisis butir soal tes, (6) memperbaiki tes, (7) merakit tes, (8) melaksanakan tes, (9) menafsirkan hasil tes. Khusus mengenai uji coba tes, dalam penyusunan tes untuk mengukur prestasi hasil pembelajaran yang diselennggarakan oleh guru dikelas seperti ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan kenaikan kelas , tidak harus dilakukan secara terdiri . pembakuan tes dilakukan setelah diuji dengan menggunakan metode konsis tensi internal.
Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes, yaitu berisi uraian yang menunjukan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes . spesifikasi yang jelas akaan mempermudah dalam menulis soal, di manapara penulis soal akan meng hasilkan tingkat kesulitan yang relative sama. Penyusunan spasifikasi tes mencangkup kegiatan berikut ini: 1menentukan tujuaan tes, 2 menyusun menyusun kisi kisi tes, 3 menentukan menentukan panjang tes.
Kisi-kisi merupakan matrik yang berisi spesisifikasi soa-soal yang akan dibuat.kisi-kisi ini merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga penulis soal akn menghasil soal yang isi dan tingkat kesulitan relative sama. Matrik kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur, yaitu kolom baris kolom menyatakan tuan pelajaran, mate ipokok dan sub pokok, uraian materi, dan indicator, sedangkan baris menyatakan tujuan yang akan di ukur atau diuji.
Langkah-langkah mengembangkan kisi-kisi tes dalam system pengujian berbasis kopetensi ada 4 langkah , masing-masingnya ;
1. Menulis tujuan umum pelajaran(kemampuan dasar)
2. Membuat daftar materi pembelajaran yang akan di ujikan (materi pokok)
3. Menentukan indicator
4. Menentukan jumlah soal
Dalam memilih materi pembelajaran ada 4 kriteria yang perlu diperhatikan untuk bahan ujian yaitu;
1. Merupakan konsep dasar
2. Merupakan materi pembelajaran yang berkelanjutan
3. Memiliki nilai terapan
4. Merupakan materi yang dibutuhkan untuk mempelajari bidang lain
Sumber utama tujuan belajar, materi pembelajaran, silabus pelajaran pemilihan materi pembelajaran yang akan di uji berdasarkan pada tingkat kepentingan, yaitu:konsep dasar , materi pembelajaran yang berkelanjutan, terkaaitn dengan mata pelajaran lain, dan yang mengandung nilai aplikasi tinggi . tujuan yang ingin dicapai disertai informasi tentang materi pembelajaran kemudian diuraikan dalam bentuk indicator.
Penentuan indikato-indikataor yang dapat diukur di gunakan kemampuan dasar sebagai acuan. Hal ini di maksudkan untuk mengurangi penyimpangan-penyimpangan dalam memmilih bahan yang diujikan agar memenuhi persyaratan kesahian isi. Pemilihan materi tes pada umumnya dilakukan dengan memilih setempel materi yang banyak dan kompleks di pilih lebih banyak disbanding dengan materi yang mudah dan sederhana . kemudian jumlah soal ditentukan oleh situasi dan kondisi , seperti waktu yang tersedia dan jumlah materi yang tersedia ,
Materi yang diujikan kepada siswa adalah materi yang mengandung kemampuan dasar, materi kemampuan dasar dapat diukur melalui tugas rumah , dan ulangan harian. Ujian semester adalah menguji kemampuan dasar yang belum diuji , dan telah diuji namun dianggap penting.
Demikian juga dalam menentukan bentuk teks yang kita lakukan, yang pertama kita melihat beberapa jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa jawaban tes , cakupan materi tes , dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Maka bentuk pilihan ganda dan pilihan benar salah yang paling tepat digunakan dalam jumlah siswa/peserta yang banyak , dan waktu pengoreksian terbatas,dan cangkupan materi cukup banyak.
Panjang tes dintentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan memperhatikan bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada umumnya tes dilakukan selama 90 menit sampai 120 menit . jumlah item soal juga harus diperhitungkan dengan lama waktu tes. Untuk pilihan ganda yang memiliki tingkat kesulitan rata-rata sedang, memerlukan mengerjakan soal sekitar 1 menit. Untuk bentuk uraian banyaknya butir soal tergantung pada komplesitas soal. Walaupun demikian disarankan menggunakan lebih banyak soal disbanding hanya beberapa soal agar kesahihan isi tes lebih baik.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang akan di uji, yaitu;bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, kehandalan yang diinginkan, dan waktu yang tersedia. Bobot skor tiap soal dapat ditentukan sebelum dilakukan tes, dengan pertimbangan kompleksitas atau kesulitan soal, soal yang sulit diberi bobot yang lebih tinggi dibanding dengan yang lebih mudah.
Pemberian bobot dapat juga diberikan setelah dilakukan tes, yaitu dengan menghitung simpangan baku tiap butir soal. Penentuan bobot berdasarkan pada besarnya simpangan bakunya, dimana simpangan bakunya yang besar dengan bobot kecil pula.

D. Kriteria Penulisan Soal Tingkat Kognitif
Dalam penulisan soal, kita dapat menggunakan tes bentuk objektif (pilihan ganda), dan uraian. Kedua bentuk tes ini disusun berdasarkan rambu-rambu kemampuan dasar, yaitu;
a. Tes Pilihan Ganda
1. Butir soal harus mengacu pada indicator
2. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas, masalah yang hendak di ukur harus jelas, tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dikalangan siswa atau peserta, dan hanya mengandung satu persoaal untuk setiap item
3. Bahasa yang digunakn harus bahsa yang mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa.
4. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja, mengunakan kalimat yang singkat , padat, jelas dan tepat
5. Pokok soal jangan member petujnjuk kea rah yang benar, untuk ungkapan-ungkapan atau kata-kata (frase)member petunjuk untuk jawaban yang benar.
6. Pokok soal jangang mengunakn pernyataan-pernyataan yang bersifat negative ganda. Pada pokok soal tidak boleh terdapat dua kata yang mengandung arti negative, sehingga menjadi salah interprentasi terhadap kenyataan yang dimaksud.
7. Pilihan jawaban harus homogeny dan logis ditinjau dari segi materi .
8. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relative sama
9. Pilihan jawaban jangan mengunakan peryataan yang berbunyi” semua pilihan diatas salah” atau “semua jawaban diatas benar” .

10. Pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya. Pengurutan tersebut untuk memudahkan siswa melihat pilihan jawaban
11. Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang sama ynag bukan merupakan satu kesatuan. Bila memungkinkan letakan kata tersebut pada pokok soal.
12. Gambar atau grafik atau table aatau diagram dan sejenisnya yang terdapat pada soala harus jelas yang berfungsi. Maksudnya hsoal harus jelas terbaca dan dapat dimengerti oleh siswa.
13. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar,
14. Butir soal jangan tergantung pada jawaban soal sebelunya. Ketergantungan dengan soal sebelumnya menyebabkan siswa tidak dapat menjawab soal yang pertama tidak akan dapat menjawab soal kedua dan seterusnya
b. Tes uraian
Tes yang berbentuk uraian disebut juga tes esai, tes ini memiliki keunggulan dari tes pilihan ganda tes esai mengembangkan kemampuan berfikir siswa tingkat tinggi khusus pada aspek analitis , sintensis dan evaluasi. Butir soal ini dibuat dengan tujuan agar siswa mengungkapkan pikiran kedalam suatu kerangka yang tekstur, menguraikan hubungan , dan mempertahankan pendapat secara tertulis. Namun demikian tes uraian memiliki criteria sebagai berikut
1. Soal harus mengacu pada indicator
2. Mengunakan bahasa yang sederhana , benar, singkat dan jelas sehingga mudah dipahami
3. Apabila terdapat gambar, grafik , table harus disajikan secara benar , jelas dan komunikatif.
4. Hanya mengandung fariabel-fariabel informasi-informasi dan besar-besarn fisi yang relevan saja
5. Pertanyaan soal harus dirumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan atau perbedaan penafsiran diantara siswa.
6. Sebaiknya untuk setiap sola hanya mengandung satu pertanyaan saja
7. Siapkan jawaban secara lengkap
8. tetapkan pedoman tensporanya
E. Kriteria teks psikomotor
Tes kawasn psikomotorik merupakan tes untuk mengukur kinerja (performace)yang telah dikuasia siswa . tes tersebut berupa : tes identifikasi , tes simulasi atau tes contoh kerja yang datanya dapat diperoleh dengan mengunakan daftar cek ataupun sekala penilaian.
Daftar cek lebih aktif jika di gunakan untuk menghadapi subyek dalam jumlah besar atau pekerjaan yang dinilai beresiko tinggi , misalanya dalam bidang laboratorium yang mengunakan peraratan yang mahal.
Skala penilaian cocok untuk subjek sedikit. Unjuk kerja yang dinilai melalui sekala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai sempurna jika dibuat sekla 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5 paling sempurna
f. Instrument efektif
ranah efektif adalah ranah yang membicarakan tentang sikap dan minat, alat ukur yang dapt digunakan adalah non-tes berupa skala likert dengan lima kategori, seperti sangat setuju, setuju,ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju.


g.Portofolio
Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang (popnam, 1999) dalam bidang pendidikan berarti kumpulan dan tugas-tugas siswa. Penilaian dengan portofolio memerlukan kemampuan membaca yang baik. Hal ini penting dalam penilaian portofolio adalah mampu mengukur kemampuan membaca dan menulis yang luas, siswa menilai kemajuan sendiri, mewakili sejumlah karya seseorang.
Penilaian portovolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya individu untuk suatu pelajaran terntentu dimana semua tugas-tugas yang telah dikerjakan oleh siswa dikumpulkan dan ahkirnya satu unit program pembelajaran misalnya satu semester, kemudian dilakaukan diskusi antara siswa dan guru untuk menentukan skornya. Prinsip penilaian portofolio adalah siswa dapat melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya dibahas. Bentuk ujian cenderung bentuk ujian dan tugas-tugas rumah . karya yang dinilai meliputi hasil ujian, tugas mengarang atau megerjakan soal. Jadi portofolio merupakan metode pengukuran dengan melibatkan siswa untuk menilai kemajuanya dalam bidang setudi tersebut.
h. Penskoran
1. Penskoran tes ranah kongnitif
a. Tes objektif pilihan ganda
Cara penskoran untuk tes objektif pilihan ganda ada dua macam yaitu :pertama tanpa ada koreksi terhadap jawaban, dugaan dan yang kedua adalah dugaan koreksi terhadap jawaban dugaan .
a. Peskoran tanpa koreksi terhadap jawaban dugaan adalah 1 untuk tiap butir yang dijawab benar sehingga jumlah skor yang diperoleh siswa adalah jumlah butir yang dijawab benar dibagi jumlah butir dikalikan 100

Skor = B/N X 100
B adlah jumlah butir soal yang dijawab benar
N adlah jumlah seluruh butir soal
b. Peskoran dengan koreksi terhadap jawaban dugaann adalah sebagai berikut
S
Skor = [(B-_____)/N]X100
P-1
B adalah jumlah butir soal yang dijawab benar
S adalah jumlah butir soal yang di jawab salah
P adalah jumlha pilihan jawaban
N adalah jumlah seluruh butir soal
B. Tes Uraian Objektif
Untuk memperkecil subjektifitas dalam menskor tes uraian perlu dibuat pedoman penskoran. Pedoman peskoran berisi langkah pokok penyelesaian soal beserta bobot penilainanya.
Contoh :
Indicator: siswa mampu member contoh orang-orang yang udzur sholat jumat
Butir soal: siapakah orang-ornag udzur sholat jumat beserta alasanya?
Skor = B/N x 100
B adalah jumlah skor tiap langkah yang benar
N adalah jumlah skor maksimum


C. Tes Bentuk Campuran
1. Biasahnya dalam ujian semester,dan ujian naik kelas sering sekali guru menggunakan tes bentuk campuran, yaitu objektif dan uraian ditentukan oleh cakupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan soal. Pada umumnya soal dalam bentuk objektif pilihan ganda lebih banyak , sedangkan soal dalam uraian sedikit akan tetapi tingkat berfikir dalam mengerjakan teks uraian lebih tinggi dan lebih bnayak pedoman peskoran teks bentuk campuaran adalah:
Skor ={W1(B1/N1)X 100}+ {W2(B2/N2)X100}
W1 adalah bobot untuk N1 soal pilihan ganda
W2 adalh bobot untuk N2 soal uraian
N1 jumlah soal pilihan ganda
N2 jumlah skor maksimum soal uraian
B1 jumlah butir soal pilihan ganda yang dijawab benar
B2 jumlah skor soal uraian yang dijawab benar
2. Peskoran tes ranah psikomotor
Manakalah siswa diberi tes dengan 6butir soal dengan 5 kategori skor dari skor terendah satu dan tertinggi 5, maka rentangan skor siswa adalah 6 -30. Jika dari butir soal no 1- 4 siswa mendapat skor 5 dan butir soal no 5 dan 6 mendapat seperempat, maka siswa tersebut memperoleh skor = 4X5 +2X4 +28.
3. Penskoran pengukuran ranah afektif
Bila kita hendak mengukur sikap siswa kkita terhadap mata pelajaran pend. Agama islam di SMU kelas 1 semster 1 dengan 10 butir pernyataan dengan 5 kategori 1 sampai 5, maka ssor terendah adlah 10, dan skor tertinggi dalam 50 jika dari butir soal satu sampai dengan 4 siswa akan mendapat skor 5, butir 5 sampai dengan 8 memperoleh skor 4, dan butir 9 dan 10 memperoleh skor 3. Maka skor siswa tersebut adalah 4X5+4X4+2X3 =42.
4. Penskoran portofolio
Peskoran portofolio dilakukan dengan mengunkan lembar penilaian kegiatan empiric maupun kegiatan teoritik. Semua aspek dinilai berdasarkan criteria penilaian yang dibuat, yaitu 1,2,3 atau 4, tergantung criteria yang tepat. Mmasing-masing aspek diberi bobot masing-masing aspek.
















BAB IV

KURIKULUM


Kurikulum sebagai alat perubahan
Mereka yang baru berkecimpung dalam masalah-masalah pendidikan biayasanya mudah berkesimpulan bahwa dengan mengubah kurikulum berarti sudah mengubah sekolah. Jika ada yang dimaksud dengan ‘kurikulum” adalah sekedar daftar pelajaran dalam silabus yang dicetak rapi dengan kata pengantar yang muluk. Saya sangsi apakah ia akan memiliki kekuatan untuk mengubah sesuatu. Menghadapi kurikulum baru yang tidak sepenuhnya dimengerti para guru umumnya memperlihatkan kemampuannya yang mengagumkan untuk melanjutkan saja yang lama juga dengan merek baru. Ditahun 1962, Hilda Taba menulis, “ membingunkan adalah ciri utama teori kurikulum”. Meskipun dia menguraikan secara jelas mengenai teori ini, kebingungan tidaklah lenyap bahkan bahkan dalam hal-hal tertentu menjadi-jadi. Bukan mustahil disatu masa di abad ini ada satu negeri yang memperbaiki dunia pendidikannya tanpa kegagalan karena begitu sempit konsepnya mengenai apa yang disebut kurikulum. Yang pasti itu terjadi di indonesia, dan meskipun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sekarang melihat masalah ini dengan jelas., dan hal itu bisa terjadi kembali apabila tekanan politik untuk perubahan cepat harus mengalahkan pertimbangan profesional. Maka perlu sekali kita memasuki persoalan semantik agar masalahnya jelas.






Arti Kurikulum
Kebingungan dengan baik dapat digambarkan dalam kerangka yang dikemukakan oleh Taba. “semua kurikulum” , tulis Taba , tak peduli bagaiman rancangan detailnya, terdiri atas unsur-unsur tertentu.
Suatu kurikulum biasanya mengandung suatu pernyataan mengenai maksud dan tujuan tertentu; ia memberi petunjuk tentang beberapa pilihan dan susunan isinya; ia menyirat ataupun menyuratkan pola-pola belajar dan mengajar tertentu, baik karena dikehendaki oleh tujuannya maupun oleh susunan isinya. Akhirnya ia memerlukan suatu program pengevaluasian hasil-hasilnya.
Keempat unsur-tujuan, isi , metode dan evaluasi seperti dikatakan taba selamanya ada, namun tidak selalu disadari bahwa keempatnya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dalam setiap perubahan kurikulum. Baru dalam tahun-tahun terakhir ini saja terlihat usaha yang serius dibanyak negara untuk menyeimbangkan keempat unsur kurikulum itu. Dua unsur yang pertama biasanya mendominasi dua unsur terakhir. Bagi seorang guru ‘kurikulum” biasanya kumpulan silabus yangt tercetak, uraian mengenai satu demi satu mata pelajaran, disertai pengantar bersifat umum mengenai suatu tujuan pendidikan secara keseluruhan. Dan ikhtisar singkat mengenai tujuan masing-masing pelajaran. Mungkin secara insidental dan ilustratif terdapat ancar-ancar megenai metode mengajar, tapi guru sebagai manusia professional diharapkan menangkap semuanya itu dari maksud dan tujuan yang terdapat dalam pengantar. Dibanyak negeri diperlukan waktu yang lama bagi para pejabat untuk menyadari bahwa guru rata-rata tidaklah menangkap sepenuhya hal ini dan yang lebih lama lagi adalah menyadari bahwa setiap para pejabat itu sendiri ternyata tidak begitu mampu menulis prinsip-prinsip umum sehingga dapat dengan mudah diterjemahkan kedalam praktek disekolah. Penilaian dalam bentuk ujian-ujian dan ulangan rutin yang sama sekali bukan bagian dari kurikulum sudah makin dituding sebagai penghambat kemajuan dan memang sering sekali kenyataannya demikian. Usaha-usaha menciptakan alat pengukur yang lebih efektif untuk menilai hasil-hasil kurikulum yang lebih luas dan modern diseluruh berbagai sistem.persekolahan belum berhasil.
Gambaran umum mengenai kurikulum tradisional ini banyak negeri, kecuali mengenai hal-hal kecil, terjadi di indonesia dalam tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Penulisan mengenai maksud dan tujuan pendidikan yang begitu rupa memberikan kepada guru tuntutan praktis, terbukti lebih sukar dialami indonesia dari pada di negeri-negeri lain, dan lebih sulit lagi disebabkan oleh adanya keperluan untuk menyesuaikan dengan perubahan dalam iklim politik setelah jatuhnya sukarno ditahun 1996. Kurikulum sekolah lamjutan tahun 1964 sangat bercorak politik idiologis yang didasarkan atas doktrin demokrasi terpimpin oleh sukarno. Kurikulum tahun 1969 mengubah corak tersebut tanpa mengurangi prinsip-prinsip yang baik oleh pemerintah sukarno maupun oleh pemerintah suharto dinyatakanj sebagai falsafah negara meskipun dengan tafsiran yang berbeda.
Sudah tentu sukar sekali bagi para guru yang tinggal jauh dari jakarta memahami bagaimana perubahan itu harus tercermin dalam pengajarannya, dan agaknya tidak bisa disalahkan apabila ia mengambil jalan selamat dengan kembali ke bahan-bahan catatannya yang netral. Perubahan pada isi kurikulum tidaklah sebesar tujuannya; suatu perbandingan kurikulum tahun 1964 dengan tahun 1969 menunjukkan kecuali penambahan dan penghapusan yang tak berarti, perubahan hanya penyusunan kembali dan pemberian nama baru saja daroi pokok-p[okok yang lama. Perbaikan dengan metode mengajar disiapkan, tapi usaha latih guru dalam soal ini sama sekali tidak cukup untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang bdikehendaki. Evaluasi dalam bentuk ujian umum serentak telah dihapuskan awal tahun 1970-an dan meskipun BP3K diminta untuk menciptakan metode evaluasi yang efektif diperlukan sedikit waktu sebelum staff kecil ditugaskan berhasil mendapatkanalat efektif. Sebagai pelengkap evaluasi segala sesuatu yang bukan termasuk kecakapan rutin tergantung pda pernyataan yang lebih jelas dari apa yang telah dituliskan. Ini membawa masalah dibidang semantik ke konflik yang belum terselesaikan yang mendasari setiap diskusi praktis mengenai kurikulum sekolah di indonesia.

Pengaruh konflik yang tak terseleesaikan terhadap kurikulum.

Meskipuntujuan pendidikan di indonesia mungkin belum jelas perumusannya, biasanya jauh lebih mudah menentukan tujuan-tujuan khusus dari tiap jenis sekolah. Toh inipun di indonesia ternyata sulit dilakukan. Task force sekolah lanjutan dalam laporannya mengeluh karena tidak mungkin membuat penilaian mengenai kurikulum sekolah lanjutan tanoa mengethui funsi khusus tiap jenis sekolah lanjutan tanpa mengetahui fungsi khusus tiap jenis sekolah lanjutan yang harus dinilai itu. Tidak jelasnya apa yang dinyatakan secara resmi mengenai tujuan sekolah lanjutan umum dan sekolah lanjutan ekonomi berakibat bahwwa kurikulum yang sungguh-sungguh diajarkan pada apa yang disebut “sekolah kejuruan” seringkali tak lebih dari jiplakan mentah dari sekolah lanjutan umum yang dipandang blebih bergengsi itu. Bahkan sekolah tehnik pun sebagian dari miskinnya fasilitas untuk pelajaran praktek, juga memperlihatkan ciri yang sama seperti itu.
Sebab dari kegagalan merumuskan fungsi-fungsi jenis-jenis sekolah itu lebih dalam dari sekedar kekurangcakapan pejabat-pejabat atau pun kurangnya peralatan. Menurut hemat saya, ia merupakan hasil dari konflik yang tak terselesaikan antara tujuan-tujuan dari berbagai tingkat telah mempersulit perencanaan perencenaan tiap negara yang telah menganut politik persamaan keempat dalam pendidikan. Dinegeri dengan sekolah kanjutan serta universitasnya yang kekurangan ruangan penampungannya , masalahnya adalah menyeimbangkan pendidikan terminal bagi mereka yang akan melanjutkan pendidikan dengan memberikan kesempatan yang adil kepada tiap siswa untuk bersaing melanjukan sekolah ke tingkat berikutnya yang lebih tinggi dan pada waktu yang sama menyiapkan bagian terbesar siswa memasuki kehidupan masyarakat dimana mereka hidup. Misalnya apanbila sekolah tehnik pertama dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan terminal maka isi mata pelajaran seperti matematika dan ilmu pengetahuan alam bisa berbeda dari sekolah yang mempersiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Disini pelajarannya dibuat lebih praktis dan ada hubungannya dengan kehidupan yang kelak akan dimasuki oleh bagian terbesar siswa; setiap pelajaran harus dibuat menjadi satu kesatuan pendidikan yang ulat berdiri sendiri ataupaling jauh ada tambahan persiapan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan disekolah yang bersifat non-akademis. Demikian pula halnya dengan sekolah ekonomi; jika sekolah ini merupakan tempat persiapan bagi siswa untuk dapat segera bekerja sebagai karyawan rendahan dibidang niaga, mereka bisaq dipersenjatai dengan sejumlah ketrampilan yang akan segera berguna bagi mereka daripada memberi mereka pelajaran untuk persiapan masuk SMA.
Keberatan-keberatan terhadap kebijaksanaan diatas sudah amat jelas dan tak memerlukan penjelasan lagi. Namun demikian kebanyakan negara-negara maju pada suatu ketika pernah mempunyai sekolah yang bersifat terminal meski biasanya dilengkapi dengan”pintu lolos” bagi siswa yang memperlihatkan kecakapannya istimewa untuk melanjutkan pelajaran ke tingkat yang lebih tinggi. Pendirian sekolah-sekolah terminal itu seringkali mencerminkan corak elitis dari pemikiran mereka mengenai pendidikan, tapi juga dapat dikatakan karena adanya alasan ekonomi pada tingkat-tingkat tertentu pengembangan industri mereka. Tergantung pada indonesia sendiri untuk menilai apakah ia ekarang berada dalam kondisi seperti itu dan apakah hal itu berguna untuk membuat pertimbangan-pertimbangan lebih jujur mengenai persamaan kesempatan. Sudah tentu tidak masuk akanl untuk mengambil pilihan ekstrim dengan membuat semua siswa disemua lembaga pendidikan disiapkan untuk pendidikan formal jangka panjang yang bagian terbesar dari mereka itu pasti akan putus dijalan. Dan kelihatannya jalan tengah adalah plihan satu-satunya. Masalahnya adalah apabila pendidikan yang sifatnya umum tanpa disertai dengan pengurusan yang terampil dan pengertian masyarakanj yang biasanya akan dominan adalah pendidikan yang bersifat umum bukan saja karena ia lebih gampang sesuai dengan pola sekolah lanjutan lama tapi juga karena ia memberikan gengsi.
Dilema ini dlaam bentuknya yang paling dramatis terlihat pada sekolah dipedesaan. Di indonesia seperti dikebanyakan negeri berkembang banyka kritik dilancarkan terhadap sekolah dipedesaan, baik SD maupun sekolah lanjutan, karena sekolah itu sedikit atau sama sekali tidak menyiapkan siswanya untuk mengolah tanah pertanian yang merupakan kehidupan mayoritas penduduk. Juga terus menerus terdengar desakan agar diadakan kurikulum khusus bagi sekolah-sekolah dipedesaan dengan titik berat pada masalah-masalah pertanian dan pedesaan yang akan mengurangi arus anak-anak muda mengalir ke kota. Saya tidak sepenuhnya yankin bahwa semua orang mengetahui pendidikan yang bagaimana paling cocok bagi anak-anak muda indonesia untuk bisa hidup dari tanah, kini maupun masa depan , dan saya cemderung meyetujui pendapat foster dan sheffield bahwa dikebanyakan negara berkembang, tingkat pendidikan dasar di pedesaan adalah sedemikian hingga kita tidak dapat “ mengharapkan sekolah-sekolah ini lebih dari sekedar memberikan dasar-dasar huruf dan berhitung yang nyatanya telah menunjanng pembangunan baik di desa maupun dikota. Namun hal itu tidak menyelesaikan masalah untuk selama-lamanya, sementara sekolah-seklah dipedesaan indonesia berkembang dan mampu berfungsi lebih luas, putusan yang harus dibuat adalah apakah membuat dua variasi kurikulum satu untuk sekolah di kota sedangkan dan satu lagi untujk sekolah dipedesaan indonesia berkembang dan mampu berfungsi lebih luas, putusan yang harus dibuat adalah apakah jmembuat dua variasi kurikulum, satu untuk sekolah dikota dan satu untuk sekolah di pedesaan( hal ini bagaimanapun harus dirumuskan juga untuk pulau yang begitu padat penduduknya seperti jawa). Perbedaan ini sudah bisa dibuat untuk sekolah lanjutan dan secara kecil-kecilan memang sedang dilakukan.
Tanpa harus melakukan langkah yang terlalu jauh misalnya dengan memasukkan pelajaran pertanian seperti di SD dengan kisahnya yang menyedihkan dibanyak tempat itu, dapat disusun kurikulum khusus untuk SD dan sekolah sekolah lanjutan dpedesaan yang pasti ada hubungannya dengan masa depan para siswa daripada kurikulum yang sekarang tapi untuk itu kebanyakan negeri tidak bersedia membayar harganya. Kecuali terjadi perubahan besar dalam keseluruhan sistem persekolahan, baik kota maupun pedesaan, para siswa disekolah-sekolah pedesaan akan mengalami kesulitan dalam berkompetensi memasuki lembaga-lembaga pendidikan yang lebih tinggi yang secara tradisional sangat meremehkan ketrampilan praktis. Guru-guru yang cakap cenderung bekerja di kota-kota dan sekolah dipedesaan akan dipandang sebagai sekolah kelas dua yang akan dihindari oleh tenaga – tenaga yang berambisi tinggi. Sekolah-sekolah pendidikan dasar di india yang masih ditopang oleh prestise mahatma gandhi mengalami kegagalan karena sekolah-sekolah itu merupakan sekolah-sekolah terminal sifatnya yang tidak memberikan keyakinan kepada anak-anak didesa untuk menginjakkan kaki ke tangga karir tingkat nasional. Masih terlalu pagi untuk menyimpulkan apakah usaha presiden Tanzania Nyerere dalam mengembangkan pendidikan di pedesaan dengan bertitikberat ke pertanian akan lebih berhasil; bagian terbesar akan tergantung pada kemampuannya meyakinkan rakyat didesa – desa bahwa ia tidak bermaksud menghalangi anak-anak mereka untuk naik ke kedudukan yang bertingkat nasional.
Dilihat dari kacamata intelektual yang tenang, masalah menyeimbangkan fungsi terminal dari jenis sekolah maupun pendidikan dasar sungguh sangat kompleks dan kompromi yang tidak menyenangkan agaknya adalah hal yang terbaik dapat dicapai dalam persekolahan yang ada sekarang. Namun para orang tua dan murid merasa tidak puas dengan menganggap bahwa ini semata-mata masalah profesional urusan para perencana di jakarta saja. Hasil PPNP menunjukkan bahwa lebih dari 80% siswa sekolah lanjutan atas yang dimasukkan dalam survei bercita-cita melanjutkan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi, dan tidak ingin meneruskan pelajaran yang sifatnya terminal. Keengganan ang sama terhadap pendidikan terminal, meskipun tidak begitu kuat, juga terdapat ditingkat sekolah yang lebih rendah. Seluruh implikasi tuntutan masyarakat akan pendidikan dasar umum dan kursus ini akan dibicarakan serta apa yang akan dikemukakan di dalam bab ini akan menyingkapkan sebagian alasan tersembunyi dari kegagalan pemerintah merumuskan secara jelas fungsi-fungsi khusus tiap jenis sekolah. Secara intelektualistis maupun politis, ini pasti merupakan masalah persaingan antara dua tujuan yang mana kedua-duanya baik.

Sekiranya pengalaman negeri-negeri maju dapat dijadikan penuntun sebagai masalah ini dalam jangka panjang akan terpecahkan dengan sendirinya. Manakala jumlah putus sekolah SD sudah sampai ke tingkat yang bisa diabaikan, dan apabila sekolah lanjutan untuk semua bisa diciptakan sepenuhnya, maka fungsi terminal sekolah dasar dapat dilupakan. Perdebatan yang sudah berabad-abad tentang kebaikan kurikulum khusus sekolah dipedesaan adalah satu contoh yang menarik mengenai suatu masalah yang akhirnya diselesaikan oleh keadaan diluar sekolah. Begitu bidang pertanian makin berkembang secara keilmuan, mekanisasi dan bersifat industri, tuntutan untuk memberi corak pertanian pada sekolah dipedesaan makin lama makin hilang dengan sendirinya. Persiapan tehnik untuk belajar tehnik pertanian akhirnya adalah mendapatkan dasar pengetashuan mengenai kimia, biologi dan sejumlah pengetahuan sosial dan in I tidak terlalu berbeda dengan sekolah umum yang baik terutama bila suatu negeri agraris memiliki cita yang baik untuk memasukkan pelajaran masalah-masalah pedesaan kedalam kurikulum semua sekolah. Begitu pula dengan berkembangnya bidang industri yang membawa perubahan-perubahan cepat, pendidikan keterampilan rutin tertentu menjadi kurang perlu dibandingkan dengan kecakapan menyesuaikan diri yang dapat dihasilkan dari sekolah yang bersifat umum. Kesemuanya ini akhirnya akan terjadi juga di indonesia; tapi sebelum itu pengetahuan serba umum itu tidak begitu menyenangkan bagi pihak pejabat-pejabat pendidikan yang masih menghadapi kesulitan nyata dalam menggabungkan sebagian fungsi-fungsi yang sebenarnya satu itu kedalam lembaga pendidikan dan siapa ytahu definisi mereka sendiri mengenai fungsi suatu jenis sekolah tertentu, sekiranya mereka berani menerbitkannya, barangkali akan sangat berbeda dari tujuan para orangtua mengirimkan anak-anak mereka kesekolah.
Untuk menunjukkan seluruh akibat dari dilema itu terhadap pejabat pendidikan ditahun 1970, sengaja saya gunakan istilah “terminal” dalam pengertian bahwa istilah itu terbuka untuk dibantah. Memang benar bahwa dilema tersebut hanya akan terselesaikan apabila istilah sudah hilang maknanya. Tapi apa yang ingin saya tekankan disini adalah bahwa hal itu tak pernah akan terjadi didalam sistem pendidikan formal lengkap. Begitu diciptakan suatu jaringan sekolah-sekolah jangka pendek yang berkesinambungan, yang sebagian berkaitan dengan sistem persekolahan umumnya dan sebagian lagi sma sekali bebas, maka ide bentuk sekolah terminal diharapkan akan menjadi kuno. Sejumlah penulis mengenai “pendidikan seumur hidup” telah mengembangkan tema ini dalam tahun-tahun terakhir meskipun mereka lebih berhasil dalam menunjukkan garis umum perubahan daripada dalam menganalisa masalah-masalah sosial yang timbul dalam menemukan keseimbangan antara pendidikan luar sekolah dan pendidikan lanjutan formal yang dimasa lalu menjadi harapan bagi orang tua dan anak-anak untuk mencapai kemajuan.
Repelita II mengandung rencana yang bagus mengenai pendidikan dan latihan luar sekolah untuk lima tahun mendatang. Rencana itu meliputi rencana kemahiran kerja, olah raga, pramuka dan yang khusus menarik untuk diskusi mengenai kurikulum sekolah terminal – suatu program pendidikan non formal untuk memberi kesempatan kepada anak-anak dan remaja yang tidak sempat menamatkan sekolah atau tidak pernah bersekolah sama sekali. Program ini akan meliputi membaca, berhitung, pengetahuan praktis, dan ketrampilan dasar yang akan dilaksanakan dengan cara yang paling sederhana yakni dengan menggunakan fasilitas-fasilitas fisik yang sudah ada, melalui kerjasama antar instansi pemerintah, unit sosial desa serta badan-badan sukarela. Direncanakan selama repelita II akan dibentuk sekurang-kurangnya 2.000 unit latihan seperti itu yang akan melayani sekitar satu juta remaja.
Itu adalah rencana mengagumkan dan sebagian berkat kenaikan penghasilan yang diperoleh dari minyak, pembiayaannya pada waktu pembentukan PPNP tidak menjadi masalah. Tapi banyak pendidikan nonformal malahan lebih enggan pada sentuhan midas daripada lembaga-lembaga pendidikan formal. Apa yang dapat dicapai oleh perencana pusat dalam program yang harus menyesuaikan pada kebutuhan pribadi, sosial dan kebudayaan . berbeda dengan sekolah formal, program pendidikan nonformaal ini tidak menarik minat masyarakat sehingga ditempat manapun, maju atau macet program-program ini tergantung pada pengaruh-pengaruh pribadi dibelakangnya. Pertumbuhan sistem pendidikan nonformal yang tanpa unsur kewajiban itu memang lambat dan adalah berlebihan untuk mengharap bahwa sekolah-sekolah formal dimasa dekat mendatang akan menyesuaikan kurikulumnya dengan asumsi bahwa sebagian dari fungsinya aan diambil alih oleh sebuah organisasi sampingan yang sudah berkembang baik. Dibagian program nonformal maslah khusus yang sukar sekali dipecahkan adalah tuntutan agar ia mempunyai arti keterampilan yang langsung bagi kaum tidak mampu. Bila fasilitas-fasilitas yang baru dimaksudkan untuk mengambil alih sebagian besar sistem pendidikan formal, maka haruslah diterima oleh para murid, orang tua, majikan dan masyarakat bahwa fasilitas-fasilitas tersebut akan memberikan persyaratan yang sama seperti yang dilakukan oleh kursus-kursus yang intensif pada tingkat yang sama. Bila fasilitas-fasilitas tersebut tidak dipandang demikian, maka keengganan terhadap kursus-kursus “terminal” disekolah-sekolah akan berlangsung terus, dan para administrator masih harus berusaha untuk membuat kurikulum baru yang akan melayani dua tujuan dimana tidak satupun dari tujuan tersebut baik. Sejauh pendidikan diluar sekolah dimaksudkan untuk persiapan kejuruan, ia harus dikaitkan dengan pelajaran-pelajaran yang diberikan seolah sekolah formal dan tingkat upah serta gaji harus mencerminkan penghargaan yang sama dari masyarakat terhadap dua cara mencapai persyaratan. Maksud pemerintah adalah lebih dari pendidikan kejuruan dan pra kejuruan, tapi untuk menganggap bahwa pendidikan diluar sekolah merupakan pengganti sebenarnya dari sekolah formal, kecil sekali kemugkinannya untuk meyakinkan masyarakat yang telah melihat bahwa pendidikan formal merupakan alat mobilitas sosial.
Sampai sistem lengkap dari pendidikan diluar sekolah terbentuk, hanya dengan penyelidikan mendalam mengenai kurikulum yang akan memungkinkan diterimanya kompromi pada sistem sekolah antara kursus-kursus persiapan dan kursus-kursus yang untuk periode tertentu merupakan terminal bagi program bagi kebanyakan murid. Banyak misalnya orang yang tak habis pikir apagunanya bagi anak-anak yang terlalu cepat berhenti dari SD diperkenalkan dengan matematika baru untuk lebih memahami angka-angka jika harus diterjemahkannya didalam kecakapan aritmatika praktis yang diperlukannya dalam kegiatan pasar. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dan lainnya mengenai organisasi didalam tiap jenis sekolah akan menjadi perhatian para perencana kurikulum dalam dekade ini, apapun rencana besar yang dibuat mereka untuk jangka yang lebih panjang.
Menyesal sekali disini PPNP hanya bisa membuat sumbangan kecil karena tidak ada studi terperinci yang telah dibuat mengenai isi kurikulum. Apa yang bisa dikerjakannya ini akan diulas lagi. Ulasan ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas dari sebelumnya mengtaa siswa ingin bersekolah serta betapa perbedaan yang menyedihkan bagi mereka antara apa yang mereka harapkan dengan kenyataan yang menanti didepan mereka. Hal ini membawa beberapa implikasi dalajm penyusunan kurikulum. Tetapi jenis pendidikan yang berkesinambungan lebih perlu dikembangkan apabila pilihan antara pendidikan dasar persiapan dengan terminal akhirnya kehilangan dasarnya.

Relevansi kurikulum pada tujuan nasional

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa satu diantara motif pemerintah memulai penilaian sistem persekolahan yang ada adalah untuk memperoleh bentuk pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan indonesia. Dan seperti banyak negeri lain, negeri ini juga telah mencari jawabannya lewat perubahan kurikulum. Namun PPNP tidak begitu begitu berhasil dalam menentukan sampai berapa jauh sebenarnya relevansi kurikulum yang sekarang ini dan itu karena berbagai sebab. Satu sebab yang jelas telah diberikan dalam pasal terdhahulu dengan waktu dan staf yang tersedia tidaklah melakukan studi mengenai kurikulum sampai mendalam. Tapi sekiranya hal itu mungkin, masih terdapat lagi sejumlah hambatan erius yang tak bisa diatasi meskipun terdapat bertumpuk-tumpuk data terperinci.
Salah satu diantara hambatan itu telah saya singgung yakni mengenai relevansi tidak ada artinya kecuali bila dihubungkan kembali dengan tujuan suatu organisasi, kelompok ataupun individu tertentu. Pihak yang paling jelas berkepentingan dalam masalah ini adalah pemerintah sendiri, namun penjelasan resmi mengenai kebijaksanaan yang berhubungan dengan pendidikan tidak sama dan seragam. Ini akan membicrakan secara agak panjang mengenai tujuan pemerintah terhadap pendidikan. Untuk maksud sekarang cukup menyebutkan dua hal saja yang bisa dikatakan sebagai resmi: dua tujuan pokok pendidikan di indonesia adalah menghasilkan” manusia dan pancasila” dan membantu dalam modernisasi ekonomi. Pancasila merupakan lima prinsip yang membentuk dasar filsafat negara. Setiap pernyataan yang begitu luas dan sepenuhnya bersifat jawa dapat diinterpretasikan dalam cara yang berbeda-beda dan sejak sukarno pertama kali merumuskannya di tahun 1945, prinsip-prinsip tersebut telah digunakan untuk mendukung berbagai kebijaksanaan.
Bahkan tanpa perubahan pemerintahan tekanan yang relatif diberikan terhadap setiap dasar berbeda-beda sesuai dengan kejadian-kejadian nasional dan internasional, dan adalah tidak sepenuhnya mudah mengetahui bila suatu kurikulum betul-betul seimbang sehingga relevan dengan maksud-maksud pemerintah pada setiap waktu tertentu. Hubungan antara pancasila dan modernisasi ekonomi itu menimbulkan kesulitan tambahan kepada para pendidik. Tidak ada hal inheren yang tak bisa dipisahkan antara kelima sila dengan pertumbuhan negara industri modern. Namun ini dinegara berkembang dengan kebudayaan yang tua itu, selamanya terdapat ketegangan antara cara hidup lama dengan inovasi-inovasi modern yang mengancamnya apabila inovasi itu merupakan barang impor. Pancasila pada dasarnya memberi tempat yang nyaman bagi kaum tradisionalis itu muncul ke permukaan ia tidak siap menyesuaikan diri dengan cara berfikir bahwa sekolah diharapkan dapat melahirkan generasi baru yang akan dapat menangani masalah-masalah perubahan ekonomi yang pesat.
Sekolah tidak lebih mampu menyelesaikan konflik, seperti halnya masyarakat sudah tak mampu menyelesaikannya. Dan pejabat pendidikan ataupun perencana tidak bisa disalah kan apabila mereka bersembunyi saja dibelakang ungkapan-ungkapan kumal yang digunakan kaum politisi dan menyusun kembali kurikulum tanpa terlalu bergulat memeras tenaga untuk menyelesaikannya dengan kebijakan politik yang mungkin juh lebih cepat berubah dari yang terjadi di sekolah. Tugas mereka menjadi sukar karena sedikit sekali yang kita ketahui mengenai pengaruh perubahan-perubahan pada kurikulum terhadap sikap dan kepercayaan para siswa yang belajar atas dasar kurikulum itu. Keadaanya begitu bergantung pada iklim politik dan sosial disekitar luar sekolah dan didalam sekolah itu sendiri dan bergantung pada bagaimana mata pelajran itu diajarkan. Bukan tidak beralasan memperkirakan bahwa para siswa lebih siap mengerti dan menerima perubahan teknologi, sedang buku teks ilmu pengetahuan alam yang ketinggalan zaman yang hanya dipelajari dengan menghafal tidak hanya menjadi kunci penentu bagi perkembangan industri di masa datang. Mata pelajaran civics yang diajarkan secara kering untuk memenuhi keperluan ujian saja, tidak hanya menghasilkan warga negara yang lebih baik daripada dihasilkan oleh tata bahasa latin. Maka paling banyak yang dapat dilakukan dalam menilai kurikulum adalah menilai apakah daftar pelajaran yang tercantum dan lama jam pelajaran bagi masing-masing adalah sedemikian hingga serupa sehingga relevan dengan tujuan-tujuan dasar-dasar tertentu pemerintah.
Tanpa menaruh keyakinan yang begitu besar , kami mencoban menilai peajaran antara mata pelajaran dengan kurikulum yang paling besar kemungkinannya mengawetkan nilai-nilai tertentu yang ada, dan mata pelajaran yang jika diajarkan secara benar dapat membantu membimbing orientasi para siswa ke arah masyarakat yang sedang berubah. Kecakapan dalam pengetahuan alam dan tehnik misalnya jelas masuk dalam kategori kedua dan sementara agama dengan segala kemungkinannya masuk dalam kategori pertama. Dalam analisa kasar ini adalah penting untuk tidak berasumsi bahwa yang dikenal sebagai mata pelajaran pancasila adalah konservatif sifatnya, sekalipun tak terhitung lagi jumlah pernyataan pemerintah yang menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya satu prinsip dalam pancasila, yaitu nasionalisme-mempertahankan kesatuan nasional dan watak nasional-tidak akan dikorbankan untuk mengejar pembangunan industri dan ekonomi yang bagaimanapun.




Kurikulum sekolah dasar

Pelajaran dasar membaca dan menghitung adalah sama pentingnya baik untuk pengawetan maupun untuk modernisasi dan ini tercermin dalam kurikulum sekolah dasar. Dalam dua kelas permulaan, 55 persen hari sekolah diperuntukkan bagi pelajaran bahasa dan aritmatika, dan pengamatan menunjukkan bahwa dalam praktek presentase waktu untuk kedua mata pelajaran tersebut lebih tinggi dari pada wakitu yang ditetapkan dalamm jadwal resmi dipakai untuk mata pelajaran yang berhubungan dengan soal isi dan bukannya keterampilan. Test prestasi yang diadakan disekolah yang dijadikan sampel menunjukkan bahwa bagian terbesar anak-anak yang tetap bersekolah ternyata dapat membaca untuk keperluan praktis sederhana pada waktu mereka selesai duduk dikelas III atau kelas IV. Maka setidak-tidaknya sampai pada tingkat terbatas ini kurikulum adalah relevan untuk keperluan semua orang. Tapi diluar sekolah kecakapan-kecakapan tersebut, ditambah membiasakan disiplin dan kepatuhan amat disangsikan jika mur4id yang berhenti sekolah terlalu awal mempengaruhi sikapnya terlalu awal mendapatkan sesuatu dari isi pelajaran untuk bisa mempengaruhi sikapnya terhadap pengawetan nilai atau perubahan.
Di SD kelas yang lebih atas, secara resmi 35 persen waktu diperuntukkan bagi kecakapan membaca,menulis dan aritmatika, dan tekanan diletakkan pada mata pelajaran yang diperhitungkan untuk mencapai tujuan-tujuan warga negara didalam negara indonesia bersatu. Disemua sekolah terdapat guru khusus mata pelajaran agama yang diadakan oleh departemen agama dan agama mendapat waktu 10% dari minggu sekolah dari kelas IV sampai kelas VI. Penilaian terhadap jadwal pelajaran ditiap sekolah menunjukkan bahwa banyak dari sekolah-sekolah untuk memberikan waktu lebih banyak pada pelajaran agama dari yang telah ditetapkan. Bahasa indonesia dipandang sebagai alat pokok bpendidikan untuk menanamkan rasa kesatuan nasional dalam persatuan bahasa indonesia mendapat 20% dari seluruh jam pelajaran, tapi dalam praktek sering lebih. Sepuluh persen untuk pelajaran civics dan sejarah. Akan nampak bahwa waktu yang diperuntukkan bagi mata pelajaran yang erat kaitannya dengan tujuan-tujuan pancasila sangat banyak dan jika pengajaran itu benar, tujuan-tujuan tersebut harus ditunjang. Apakah pelajaran-pelajaran tersebut diarahkan kemasa lampau ataukah masa depan tergantung atas apa yang diajarkan dan bagaimana hal tersebut diajarkan.
Namun dalam suatu sistem yang otoriter seperti itu dan dengan guru-guru seperti yang digambarkan diatas. Dapat diperkirakan bahwa pengajaran itu sendiri tidak akan punya dorongan besar ke arah perubahan.
Menurut jadwal resmi dua mata pelajaran “moderen” yaitu ilmu pengetahuan alam dan “keterampilan khusus” masing-masing mendapat jatah waktu 10 dan 12 persen. Tapi seperti telah ditunjukkan, terbatasnya peralatan dan kurangnya pengalaman praktek guru dalam mata pelajaran tersebut biasanya menyebabkan keduanya tak dapat diajarkan secara efektif. Disini masalahnya bukan menambah jumlah jam pelajaran untuk meningkatkan pengajaran-yang malahan bisa menyulitkan guru sendiri. Masalahnya adalah bahwa dikelas lebih atas di SD konflik yang tak terselesaikan atas terminal dan pendidikan dasar mulai secara serius menimbulkan distorsi dalam pembagian jam pelajaran yang lebih memberikan waktu kepada aritmatika dan kecakapan bahasa, dua mata pelajaran yang paling gampang diuji dan karenanya menonjol dalam ujian masuk sekolah lanjutan. Bagi tenaga pengajar yang tidak siap dan hanya terbatas sekali pendidikannya kedua mata pelajaran itu adalah yang paling gampang diajarkan. Didalam survai-survai guru-guru diminta membuat urutan-urutan penting tidaknya mata pelajaran menurut pendapatnya sendiri dengan melupakan faktor ujian dan kebijaksanaan resmi. Ternyata rata-rata guru menempatkan bahasa indonesia pada urutan pertama, kedua berhitung dan keterampilan khusus sudah tentu paling akhir. Apapun yang ditetapkan dalam peraturan, pembagian jam pelajaran yang sesungguhnya disekolah mencerminkan jalan pikiran diatas, dan sekiranya pengalaman bisa dipakai sebagai penuntun, ia barangkali juga ada hubungannya dengan keinginan mayoritas orang tua murid. Namun PPNP menunjukkan bahwa lebih dari separuh jumlah siswa dikelas V dan VI tidak akan meneruskan pelajaran kesekolah lanjutan baik dengan alasan tidak mampu membiayai atau karena memang tidak berminat.


Disini siapa dapat mengatakan apakah kurikulum sekolah dasar itu ‘relevan’?atas dasar hasil penelitian PPNP yang kurang lengkap ditunjang oleh sejumlah pengalaman umum, orang luar barangkali dapat mengemukakan beberapa kesimpulan umum :
1. Karena keperluan menciptakan kecakapan membaca dan berhitung merupakan dasar, ruang untuk bergerak dalam menyusun kerangka yang luas mengenai kurikulum sekolah dasar menjadi terbatas. Gambaran demikian berlaku di indonesia dimana alat penyampaian pelajaran bagi kebanyakamn murid maupun guru adalah bahasa asing, dan dimana metode pengajaran membaca dan berhitung ketinggalan jaman serta mayoritas anak-anak telah mengalami putus sekolah sebelum mencapai kelas terakhir.
2. Namun demikian masih ada ruang bagi usaha penyusunan kurikulum yang lebih praktis dan juga lebih relevan dengan kondisi lokal dengan menambah jam pelajaran bagi “keterampilan khusus” tapi maksud dilakukannya usaha ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Pengalaman dibanyak negeri menunjukkan bahwa yang dipakai untuk mengajarkkan keterampilan kejuruan disekolah dasar umumnya merupakan pemborosan saja. Mengajarkan kerajinan tangan memang bagus, tapi apa yang diperlukan disekolah-sekolah indonesia lebih dari keterampilan khusus yang diajarkan pada jam khusus ; yang lebih diperlukan adalah suatu pendekatan praktis terhadap semua mata pelajaran dalam kurikulum, penggunaan aktivitas praktis sejak awal kehidupan bersekolah untuk menciptakan hubungan yang erat dan langgeng antara simbol-simbol bahasa dan angka-angka serta apa maknanya. Pada tingkat sekolah dasar, inilah tujuan aneka ragam alat-alat belajar individual yang terdapat dikelas I ; buku ilmu pengetahuan alam memperoleh makna baru dari kerja dikebun anggrek, ladang padi, ternak ayam dan berkebun ikan; dan ilmu sosial menjadi hidup melalui praktek pelayanan sederhana kepada masyarakat dan ikut serta menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sekolah yang sesuai. Ini semua bisa ditemukan dalam buku teks pengantar mengenai pendidikan, tapi nyatanya masih lebih mudah ditemukan dalam buku daripada dalam kehidupan nyata sekolah.
3. Dengan kata lain, kemajuan-kemajuan sesungguhnya pada sekolah dasar di indonesia dalam dekade mendatang lebih mungkin datang dari perubahan-perubahan dalam metode mengajar semua mata pelajaran daripada penambahan mata pelajaran kedalan daftar yang sudah panjang maupun kutak-katik dengan pembagian jam pelajaran. Saya yakin bahwa analisa yang lebih ketat terhadap isi silabus akan menghasilkan penggantian dengan bahan-bahan serta contoh indonesia terhadap unsur-unsur sisa yang tidak relevan yang mungkin masih berasal dari masa kolonial, dan bahwa diperlukan buku-buku teks serta perkakas mengajar baru.
4. Sejalan dengan strategi dua tahap dalam memperkenalkan buku-buku teks baru yang telah saya kemukakan, setiap kurikulum baru harus pula terbuka untuk perbaikan melalui tingkat-tingkat yang tumpang tindih. Ini berarti bahwa kurikulum resmi harus cukup luwes untuk memungkinkan daya kreasi para guru bebas bereksperimen dengan metode baru serta menyesuaikan isi kurikulum dengan kebutuhan lokal dan harus menawarkan kepada guru yang kurang cakap kerangka penuntun dan kontrol yang diperlukannya sekiranya ia akan dibantu meningkatkan praktek mengajarnya.
5. Dinegeri sebesar dan seluas indonesia, suatu kebijaksanaan hampir mustahil dijalankan sementara pengendalian atas kurikulum sepenuhnya masih dari jakarta, meskipun dorongan perusahaan asalnya masih harus datang dari pusat.
6. Pejabat-pejabat kunci departemen pendidikan dan kebudayaan sekarang melihat masalah peruabahan kurikulum disekolah dasar secara luas, tapi seperti halnya dibanyak negeri lain, tetap masih perlu meyakinkan orang-orang diluar profesi pendidikan bahwa mu’jizat tidak akan terjadi hanya dengan mengganti silabus belajar.


Kurikulum sekolah lanjutan

Revisi terakhir kurikulum sekolah lanjutan dibawah rezim sukarno adalah ditahun 1964 dan begitu pemerintah sekarang memegang kekuasaan negara diadakan perubahan. Kecuali sekolah tehnik, kurikulum baru keluar tahun 1969, dengan mengurangi isi politik dan ideologi dari kurikulum sebelumnya serta penambahan titik berat pada prinsip-prinsip pancasila. Kurikulum 1969 terbagi atas empat kategori mata pelajaran untuk semua sekolah. Task force sekolah lanjutan tidak memiliki staf dan tidak mempunyai waktu untuk mengadakan survai lapangan yang perlu untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan berbagai jenis sekolah lanjutan sesuai dengan pola yang ditetapkan oleh kurikulum. Tapi diskusi dalam kelompok kerja yang diwakili luas dalam fask force menyimpulkan bahwa terbatasnya peralatan ditambah dengan kurangnya petunjuk pihak resmi, ruang-ruang khusus, guru-guru yang cakap dan praktikum, ditambah kurang jelasnya petunjuk pihak remi mengenai fungsi-fungsi tiap jenis sekolah, membuat semua itu sukar bagi banyak sekolah tehnik dengan kejuruan menciptakan bentuki pendidikan yang sama sekali lain dari sekolah umum. Bukti yang diketengahkan PPNP hanya mengakui tiga atau empat pernyataan yang relatif menatb mengenai relevansi isi kurikulum sekolah lanjutan dengan tujuan nasional;
1. Sejauh mengenai pembagian jam pelajaran, kurikulum dari semua jenis sekolah lanjutan akan memungkinkan mereka memberi pendidikan yang memuaskan dalam kelompok pancasila yang berpusat pada mata pelajaran kewarga negara dan pengawetan nilai-nilai nasional.
2. Terdapat pula provisi yang diperlukan dalam kurikulum bagi persiapan siswa memasuki lembaga pendidikan tingkat ketifga apapun mutu persiapan jika mungkin.
3. Disekolah lanjutan umum dan mungkin juga di banyak sekolah lain, mata pelajaran yang mempersiapkan siswa memasuki kehidupan masyarakat teknologi modern tidak begitu baik keadaannya. Disekolah lanjutan umum mata pelajaran pancasila dan pengetahuan dasar menyita hampir seluruh jam pelajaran, dan tidak disediakan waktu untuk praktikum, keadaan yang jauh sekali dari corak pendidikan realistis yang dikatakan dalam pernyataan-pernyataan pemerintah. Telah kita lihat sementara usaha pemerintah dititikberatkan pada pembangunan ekonomi , isi kurikulum 1969 tidak berbeda dengan kurikulum 1964. Jadi agaknya usaha yang serius belumlah dilakukan untuk mengevaluasi kurikulum dalam hubungan dengan kondisi modern dan tuntutan baru, untuk mempelajari apakah ada bagian yang sudah tak sesuai lagi dengan zaman dan apakah penambahan besar-besaran diperlukan.
Sementara secara nominal 25 persen waktu di ST disediakan untuk praktikum, task force tenaga kerja menemukan bahwa mayoritas majikan yang disurvai mengeluh bahwa lulusan sekolah tehnik yang datang melamar sangat sedikit pengetahuan praktekya. Dipihak lain sebagian besar guru disekolah ini berpendapat bahwa latihan praktek arus dilakukan setelah siswa menamatkan pelajaranan. Mungkin sekali bahwa mereka menggunakan istilah dalam pengertian yang berbeda-beda, namun ada indikasi lain mengenai konflik dan kebingunan mengenai fungsi sekolah tehnik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar